Jumat, 18 Februari 2011

lelang mandiri

ASET BENUA INDAH GROUP TETAP DALAM PROSES UNTUK DILELANG

News Release - Selasa, 4 Januari, 2011

Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Kuatkan Posisi Bank Mandiri dan KPKNL

Jakarta, 4 Januari 2011 - Bank Mandiri bersama Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) memastikan tetap meneruskan upaya lelang aset Benua Indah Grup (BIG) menyusul keluarnya putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung apabila BIG tetap tidak melunasi hutang kepada Bank Mandiri/KPKNL sesuai putusan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, KPKNL bersama Bank Mandiri tetap akan mengundang calon investor yang berminat pada asset BIG, berupa lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Barat.

Dalam keputusannya pada 27 September 2010 atas permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan BIG, MA memutuskan menghukum BIG untuk membayar hutang kepada Bank Mandiri sebesar Rp247,65 miliar dengan bunga sebesar 6% per tahun terhitung sejak mulai didaftarkannya gugatan pada 3 Maret 2008 sampai utang lunas dibayar.
Dalam putusan Peninjauan Kembali tersebut ditetapkan bahwa tuntutan provisi yang diajukan oleh BIG dikabulkan, namun demikian dengan telah selesainya proses persidangan maka secara substansi dan demi hukum putusan provisi tersebut berakhir, bahkan sejak putusan tingkat kasasi dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan gugatan BIG selanjutnya tidak dikabulkan, antara lain tuntutan agar Bank Mandiri dinyatakan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum maupun tuntutan untuk menyatakan Perjanjian Kredit dibatalkan.

“Kami menyambut baik keputusan MA ini. Apabila BIG tidak membayar hutangnya kepada Bank Mandiri, maka dengan putusan PK ini, calon investor akan lebih memperoleh kepastian bahwa proses lelang telah berjalan sesuai aturan sehingga kami bisa memperoleh hasil yang optimal dari proses lelang yang akan dilaksanakan,” ungkap Direktur Treasury, Financial Institution & Special Asset Management Bank Mandiri Thomas Arifin.

Sebelumnya, proses lelang sempat terancam tertunda menyusul pernyataan kuasa hukum BIG, Habiburokhman bahwa MA telah menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK) BIG untuk melarang terjadinya peralihan kepemilikan atas aset BIG selama belum ada keputusan hukum yang mengikat. Namun dengan keluarnya keputusan PK MA tersebut, klausul pelarangan tersebut menjadi batal dengan sendirinya karena PK MA adalah upaya hukum terakhir.
Dengan keluarnya putusan Peninjauan Kembali ini diharapkan BIG segera membayar kewajibannya kepada Bank Mandiri dan apabila tidak mampu menyelesaikan hutangnya diharapkan BIG tidak lagi melakukan upaya-upaya untuk menghambat proses eksekusi/lelang agar permasalahan yang menyangkut juga para petani plasma dapat terselesaikan.

“Keluarnya keputusan ini akan memberi dukungan moral kepada upaya perseroan dalam menyelesaikan seluruh utang-utang Debitur bermasalahnya sesuai ketentuan yang berlaku,” tutur Thomas.

Thomas menambahkan, pihaknya berharap hal ini akan berdampak pula pada debitur-debitur non kooperatif Bank Mandiri lainnya untuk segera menyelesaikan utang bermasalah mereka.

Per akhir September 2010, rasio NPL Bank Mandiri tercatat sebesar 2,39% persen (gross), atau 0,71% persen (net).















Menyusut, aset bermasalah Bank Mandiri

Bank Mandiri In The News - Rabu, 19 Oktober, 2005

Bank Mandiri menyatakan nilai aset bermasalah yang akan dialihkan ke Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) untuk tahun depan akan lebih rendah dari nilai aset bermasalah tahun ini. Angka aset bermasalah yang melibatkan ribuan kreditur tersebut diperkirakan tidak akan mencapai dua digit. “Tahun mendatang, untuk pengalihan aset bermasalah ke DJPLN, tidak akan mencapai Rp 10,4 triliun seperti tahun ini. Tapi saya belum tahu angkanya. Yang pasti jauh lebih kecil, paling beberapa miliar. Karena sekarang ada alterntif untuk menyelesaikan aset yang berstatus non record,” papar Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Ekoputro Adijayanto,
di Jakarta, 17 Oktober














Kredit macet: Jalur cepat biar sehat

News Release - Rabu, 7 Desember, 2005

Tak kurang dari tiga pembesar hadir dalam hajatan Bank Mandiri, pekan lalu. Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah, Menteri Keuangan Jusuf Anwar dan Menteri Negara BUMN Sugiharto ramai-ramai menyaksikan seremoni penandatanganan nota kesepahaman antara Bank Mandiri dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN).
Inti nota itu: Mandiri menunjuk DJPLN untuk melelang 380 aset properti senilai Rp 259 miliar, yang diagunkan oleh 140 debitor Bank Mandiri. “Lelang ini nantinya akan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia,” kata Agus Martowardojo, Direktur Utama Bank Mandiri.














Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, ada 2 (dua) bentuk lelang yang dapat dilaksanakan, yaitu:

1. LELANG SUKARELA

Lelang Sukarela adalah lelang barang milik perorangan atau group yang dilakukan atas kehendak pemiliknya sendiri yang dibuktikan dengan surat penyerahan barang. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengertian lelang ini adalah:

* Balai Lelang menyelenggarakan lelang atas aset yang diserahkan ke Balai Lelang hingga penyerahan secara fisik kepada pemenang lelang.
* Aset yang dilelang adalah aset yang menurut peraturan yang berlaku tidak dibebani titel eksekutorial, tidak dikuasai negara serta bukan merupakan aset yang harus dieksekusi guna pelaksanaan putusan pengadilan.
* Biaya lelang yang harus dibayarkan ke kas negara (BIAD) sebesar 0,3% dari harga lelang yang terbentuk.
* Balai Lelang mengajukan surat permohonan lelang ke Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara dengan merujuk pada surat kuasa dari penjual ke Balai Lelang.
* Pengumuman lelang dilakukan di media massa minimal 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang.

2. LELANG EKSEKUSI

Lelang Eksekusi adalah lelang yang dilakukan guna pelaksanaan titel eksekutorial, contohnya lelang pelaksanaan putusan pengadilan/eksekusi pengadilan, lelang harta pailit, lelang eksekusi hak tangungan, lelang aset fiducia, lelang eksekusi barang rampasan kejahatan, lelang barang yang tidak dikuasai/dikuasai negara, lelang eksekusi PUPN, lelang eksekusi pajak, dan lainnya. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengertian lelang ini adalah:

* Balai Lelang selaku ‘pelaksana pra lelang’ artinya pelaksanaan lelang lebih ditekankan pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara, sedangkan pihak Balai Lelang mempersiapkan persiapan lelang hingga pemasaran aset. Pelunasan pembayaran lelang langsung ke rekening Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Dalam penyelenggaraan lelang, Balai Lelang berkerjasama dengan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara.
* Aset yang di lelang adalah aset yang dibebani hak tanggungan, pelaksanaan putusan pengadilan, aset harta pailit, fiducia, gadai, barang rampasan kepolisian, rampasan bea cukai, dan segala aset yang terdapat titel eksekutorial.
* Permohonan lelang diajukan oleh kurator, kreditur/pemegang hak tanggungan, pemegang fiducia, pemegang gadai, Pengadilan Negeri, atau eksekutor ke Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara dengan mencantumkan Global Auction selaku ‘Pra Lelang”.
* Pengumuman lelang dilakukan di media massa resmi sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. Untuk properti dilakukan 2x dengan selang waktu 15 hari antara pengumuman I dan II serta sebelum pelaksanaan lelang. Sedangkan barang bergerak dilakukan minimal 1x 7 hari sebelum pelaksanaan lelang.
* Biaya yang harus dibayar ke kas negara (BIAD) meliputi bea lelang pembeli, bea lelang penjual, uang miskin dan uang yang ditahan sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang berlaku.






















Prosedur standar pelaksanaan lelang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap sebagai berikut:

1. PRA LELANG
Rangkaian kegiatan yang harus dilakukan sebelum hari lelang dan merupakan bagian yang harus dipersiapkan secara matang dan profesional guna mengoptimalkan hasil lelang.

* Penandatanganan Kerjasama (MOU/SPK)
Pihak penjual mentandatangani kerjasama dengan kami yang dituangkan dalam suatu MOU/SPK sebagai perintah kerja untuk melakukan penjualan aset secara lelang yang dilampiri data aset yang akan dilelang, Surat Kuasa dan Surat Pernyataan.
* Penerimaan Dokumen
Seluruh copy dokumen mengenai aset yang akan dilelang diberikan oleh penjual/pemilik aset dan dikumpulkan oleh kami, dimana dokumen aset tersebut menjadi dasar/landasan “transfer of ownership” (perpindahan kepemilikan).
Dokumen-dokumen yang diperlukan adalah dokumen legal dengan perincian sebagai berikut:
o LELANG SUKARELA
+ PROPERTI
1. Sertifikat Tanah (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dll).
2. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
3. Bukti pembayaran PBB 3 tahun terakhir & rekening 3 bulan terakhir (PAM, Listrik, Telepon).
4. Polis asuransi gedung (jika ada).
5. Denah bangunan/lantai (floor plan), dimensi/ukuran.
6. Surat Kuasa & Surat Pernyataan.
+ NON PROPERTI
1. BPKB & STNK.
2. Faktur kendaraan & buku keur (jika ada).
3. Sertifikat/bukti kepemilikan yang lain.
4. Surat Kuasa & Surat Pernyataan.
o LELANG EKSEKUSI
+ HAK TANGGUNGAN
1. Salinan/copy Perjanjian Kredit.
2. Salinan/copy Sertifikat Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
3. Salinan/copy bukti bahwa debitur wanprestasi yang dapat berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditur.
4. Surat Pernyataan dari kreditur yang akan bertanggungjawab apabila terjadi gugatan.
+ FIDUCIA
1. Salinan/copy Perjanjian Fiducia.
2. Salinan/copy Sertifikat Fiducia dan Pemberian Hak Fiducia.
3. Surat Keterangan dari Kantor Pendaftaran Fiducia.
4. Salinan/copy bahwa debitur wanprestasi yang dapat berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari kreditur.
5. Surat Pernyataan dari kreditur bahwa barang yang akan dilelang dalam pengurusan kreditur.
6. Surat Pernyataan dari kreditur yang akan bertanggungjawab apabila terjadi gugatan.
+ PENETAPAN PENGADILAN
1. Salinan/copy putusan dan/atau penetapan pengadilan.
2. Salinan/copy penetapan sita oleh Ketua Pengadilan.
3. Salinan/copy berita acara sita dan bukti sita.
4. Salinan/copy penetapan aanmaning/teguran dari Ketua Pengadilan Negeri.
5. Salinan/copy perincian hutang/jumlah yang harus dipenuhi.
6. Salinan/copy pemberitahuan lelang kepada termohon eksekusi.
7. Surat Pernyataan dari Pemilik Barang/Vendor bahwa obyek lelang tidak disertai bukti kepemilikan dengan disertai alasannya.
* Pengecekan Aspek Hukum
Dokumen yang diterima selanjutnya akan dipergunakan dalam pengecekan data dan aspek hukumnya sebagai berikut:
o Pembuatan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
Khusus aset properti, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) harus didapati dari Kantor Pertanahan setempat guna menjual aset tersebut melalui lelang. SKPT digunakan sebagai bukti apakah aset tersebut terdapat permasalahan atau tidak untuk menjamin proses balik nama sertifikat ke calon pembeli.
o Pengecekan Ke Tata Kota
Apabila diperlukan, kami akan meminta keterangan ke Dinas Tata Kota setempat untuk melihat kesesuaian bangunan/konstruksi dengan peraturan dan/atau peruntukkan yang berlaku terutama peruntukkan tanahnya untuk selanjutnya kami akan memberikan informasi tersebut kepada calon pembeli.
o Pengecekan/pemblokiran ke Instansi Terkait
Setiap aset non properti dilakukan pengecekan terutama guna mendapatkan keabsahan kepemilikan aset untuk menjamin kepastian hukum bagi pembeli mengingat barang bergerak mudah sekali perpindahan kepemilikan.
* Peninjauan dan Penilaian Aset
Berdasarkan data dan dokumen yang kami terima, maka kami akan melakukan peninjauan aset dengan tujuan sebagai berikut:
o Memastikan bahwa kondisi bangunan/fisik aset tersebut cocok dengan dokumen pendukungnya.
o Khusus aset properti, meneliti lokasi dan lingkungan sebagai bahan masukan dalam pertimbangan nilai dan marketability property tersebut.
o Penilaian terhadap aset tersebut untuk menentukan harga limit pada pelaksanaan lelang. Harga limit adalah harga minimal barang lelang yang ditetapkan oleh penjual/pemilik barang untuk dicapai dalam suatu pelelangan.
* Penjelasan dan Pemasaran Aset
Dibuat rangkuman atau penjelasan secara menyeluruh mengenai keunikan setiap aset yang akan dijual melalui lelang untuk keperluan pemasaran. Sebelum dilaksanakan lelang, para calon pembeli dipersilakan untuk melakukan peninjauan aset yang akan dijual (open house) guna mendapatkan data atau gambaran terhadap aset yang akan dilelang tersebut.
* Pengumuman Lelang
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, lelang harus diumumkan dengan memuat syarat-syarat peserta lelang, penyetoran jaminan, open house dan cara pembayaran.
o Lelang Eksekusi:
+ Barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali, yaitu :
# Pengumuman I ke pengumuman II sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari pengumuman II.
# Pengumuman II sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
+ Barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali sekurang-kurangnya 6 (enam) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
# Kecuali untuk barang-barang yang lekas busuk, rusak dan barang berbahaya dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari, tetapi tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari kerja, dan khusus untuk ikan dan sejenisnya tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari kerja.
o Lelang Noneksekusi Sukarela:
+ Barang tidak bergerak dilakukan 1 (satu) kali sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
+ Barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali sekurang-kurangnya 5 (lima) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
+ Barang bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak berlaku ketentuan yang pertama.
* Peserta Lelang
Untuk dapat menjadi peserta lelang, setiap peserta harus menyetor uang jaminan penawaran lelang, paling sedikit 20% dan paling banyak 50% dari harga limit. Dilarang menjadi peserta lelang / pembeli : Pejabat Lelang, Penjual, Pemandu Lelang, Hakim, Jaksa, Juru Sita, Pengacara/ Advokat, Notaris, PPAT, Penilai, Pegawai DJPLN, Pegawai Balai Lelang dan Pegawai Pejabat Lelang Kelas II, dan pihak yang tereksekusi/debitur/tergugat/terpidana yang terkait dengan proses lelang tersebut.

2. PELAKSANAAN LELANG
Rangkaian kegiatan yang dilakukan dan merupakan puncak dari seluruh kegiatan lelang setelah melewati tahapan pra lelang.

* Hari Lelang
Sebelum lelang dilaksanakan, peserta lelang wajib melakukan:
o Penyetoran uang jaminan yang telah ditentukan.
o Calon pembeli wajib mengetahui hak dan kewajibannya, termasuk pembayaran biaya/pajak yang dikeluarkan sesuai peraturan yang berlaku.
o Memastikan bahwa aset yang akan dibeli sudah dilihat dalam kondisi sebagaimana adanya untuk menghindari keluhan di kemudian hari.
* Metode Lelang
o LELANG LISAN
1. Dilaksanakan dengan cara mengundang khalayak ramai sebagai calon pembeli.
2. Harga limit langsung ditawarkan kepada calon pembeli.
3. Kenaikan harga dipandu oleh Pemandu Lelang.
4. Calon pembeli yang setuju akan mengangkat panel bid tanda setuju demikian seterusnya sampai tersisa satu pembeli pada harga yang tertinggi dan dinyatakan sebagai pemenang lelang.
o LELANG TERTULIS
1. Calon pembeli harus melakukan penawaran secara tertulis.
2. Dimasukkan ke dalam amplop tertutup selambat-lambatnya pada batas waktu yang ditentukan oleh kami.
3. Calon pembeli harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
4. Pada hari yang telah ditentukan kotak penawaran akan dibuka, penawar tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang.
* Pemenang Lelang
Setelah pelaksanaan lelang selesai pemenang lelang akan diberikan Berita Acara Pemenang Lelang. Selanjutnya pemenang lelang menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan persyaratan lelang. Apabila pemenang lelang telah menyelesaikan seluruh kewajibannya maka diberikan Risalah Lelang. Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak.

3. PURNA LELANG

* Jika terdapat keberatan atau complain dari pemenang lelang, maka keberatan ditujukan kepada kami dimana kami akan berkonsultasi dengan pihak penjual untuk menyelesaikan masalah yang ada.
* Layanan purna jual kepada pemenang dan penjual meliputi proses pelunasan, penyetoran pajak bea lelang, serah terima objek lelang dan laporan akhir lelang.
* Bagi pemenang lelang, kami memberikan jasa Balik Nama Sertifikat ke BPN dengan biaya sesuai tarif yang berlaku.














Keuntungan Lelang PDF Print E-mail
Wednesday, 21 October 2009 08:08

Aspek Hukum Terjamin
Dari sisi legalitas akan lebih terjamin dan aman, karena setiap aset yang akan dilelang harus melalui proses pengecekan dokumen ke instansi yang terkait, hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian kepada calon pembeli agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.

Cepat dan Ekonomis
Lelang akan sangat efektif karena target penjualan harus dilaksanakan dalam waktu singkat/cepat. Maka dari itu penjualan aset dalam jumlah besar, bila dilihat dari segi waktu penjualan sistem lelang akan lebih cepat dan ekonomis karena akan mengurangi biaya penyimpanan (untuk barang bergerak), biaya pemeliharaan dan biaya pemasaran.

Terbuka dan Obyektif
Lelang dilaksanakan dengan mengundang khalayak ramai, yakni mengundang calon pembeli sebanyak mungkin, sehingga pelaksanaannya sangat terbuka dan obyektif.

Harga Optimum
Dengan banyaknya peserta lelang/calon pembeli yang hadir, maka harga yang terbentuk dapat mencapai harga yang optimum. Semakin banyak penawar maka semakin tinggi harga yang akan ditawarkan. Oleh karena itu apabila peserta lelang sudah berminat atas aset tersebut maka harga yang terbentuk menjadi lebih tinggi dari limit yang telah ditetapkan.













Lelang Syariah

Oleh :Rudy Kurniawan

Pola penyelesaian eksekusi Marhun (BJ) yang telah jatuh tempo dan akhirnya tidak ditebus di Pegadaian Syariah yang sebelumya menggunakan Pola Penjualan (bukan lelang) berdasarkan pemahaman dari bunyi hadits : ”Janganlah menawar sesuatu yang sudah ditawar orang lain dan jangan meminang pinangan orang lain”(HR, Bukhari dan Muslim). Ternyata masih mambuka celah kontroversi, dan berdasarkan hasil pertemuan dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) maka pola tersebut harus diganti dengan pola Lelang Syariah yang merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 25/DSN-MUI/III/2002 bagian Kedua Butir 5 :

a) Apabila telah jatuh tempo, Murtahin (Pegadaian Syariah) harus memperingatkan Rahin (nasabah) untuk segera melunasi hutangnya.

b) Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa / dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

c) Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang , biaya pemeliharaan dan penyimpanan (Jasa simpan-pen) yang belum dibayar serta biaya penjualan (Bea Lelang Pembeli, Bea Lelang Penjual dan Dana Sosial- pen ).

d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin

Adapun praktik penawaran barang di atas penawaran orang lain – sebagaimana dilarang oleh Nabi S.A.W. dalam hadits di atas – tidak dapad dikategorikan dalam jual-beli lelang ini sebagaimana dikemukakan oleh Az-Zaila’i dalam Tabyin Al-Haqaiq(IV/67).

Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori:

Pertama, bila terdapat pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seijin penawar yang disetujui tawarannya.

Kedua: bila tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual,maka tidak ada larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama. Kasus ini dianalogikan dari hadist Fathimah binti Qais ketika melaporkan kepada Nabi, bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliu menawarkan padanya untuk menikah dengan Usamah bin zaid.

Ketiga: bila ada indikasi persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.

Pengertian Lelang (auction)

“Secara Umum Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat”. (Kep. Men. Keu RI. No.337/KMK.01/2000 Bab.I, Ps.1).

Lebih jelasnya lelang menurut pengertian diatas adalah suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada penawar tertinggi. Lelang dapat berupa penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan disebut (lelang naik) yang biasa dilakukan di Pegadaian Konvensional.. Lelang seperti ini yang masih menjadi perdebatan apakah sesuai syariah atau tidak, karena ada indikasi persetujuan pada penawar pertama yang menyetujui tawaran penjual (Lihat katagori ketiga klasifikasi diatas)

Disamping itu lelang dapat juga berupa penawaran barang, yang pada mulanya membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual, dan biasanya ditandai dengan ketukan (disebut lelang turun). Lelang seperti ini yang disepakati sudah sesuai syariah . dan selanjutnya dijadikan pola lelang di Pegadaian Syariah. Harga penawaran pertama (harga tinggi) disebut sebagai Harga Penawaran Lelang (HPL) : Bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga Pasar Daerah (HPD) dan Harga Pasar Setempat (HPS) dengan memperhitungkan kualitas / kondisi barang, daya tarik (model dan kekhasan) serta animo pembeli pada marhun lelang tersebut pada saat lelang. Lelang seperti ini dipakai pula dalam praktik penjualan saham dibursa efek, yakni penjual dapat menawarkan harga yang diinginkan, tetapi jika tidak ada pembeli, penjual dapat menurunkan harganya sampai terjadi kesepakatan .

Pasar lelang (action market) sendiri didefinisikan sebagai suatu pasar terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus menerus terhadap penawaran dan permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar, jumlah penjual dan pembeli cukup besar dan tidak saling mengenal. Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut, pelaksanaan lelang dapat menggunakan persyaratan tertentu seperti sipenjual dapat menolak tawaran yang dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga terendah/cadangan (reservation price), di Pegadaian Konvensional kita sebut sebagai Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa Nilai Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk mencegah adanya trik-trik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring) yaitu sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri diantara mereka. Penawaran curang seperti itu disebut penawaran cincai (collusive bidding). Pembatasan harga terendah juga dilakukan untuk mencegah permainan curang antara Penjual Lelang (Kuasa Penjual) dan Pembeli yang akan merugikan pemilik barang / nasabah.

Pada prinsipnya, Syariah Islam membolehkan jual-beli barang yang halal dengan cara lelang yang dalam fiqih disebut sebagai akad Bai’ Muzayadah. (Ibnu Juzzi, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, 290, majduddin Ibnu Taimiyah, Muntaqal Akhbar,V/101) .

Praktek lelang ( Muzayadah) dalam bentuknya yang sederhana pernah dilakukan oleh Nabi SAW, ketika didatangi oleh seorang sahabat dari kalangan Anshar meminta sedekah kepadanya. Lalu Nabi bertanya: “Apakah dirumahmu ada suatu barang?“ Sahabat tadi menjawab bahwa ia memiliki sebuah hiis (kain usang) yang dipakai sebagai selimut sekaligus alas dan sebuah qi’b (cangkir besar dari kayu) yang dipakai minum air. Lalu Beliau menyuruhnya mengambil kedua barang tersebut. Ketika ia Menyerahkannya kepada Nabi, Beliau mengambilnya lalu menawarkannya: “Siapakah yang berminat membeli kedua barang ini?” Lalu seseorang menawar keduanya dengan harga satu Dirham. Maka Beliau mulai meningkatkan penawarannya: “Siapakah yang mau menambahkannya lagi dengan satu Dirham ?” lalu berkatalah penawar lain:”Saya membelinya dengan harga dua Dirham” Kemudian Nabi menyerahkan barang tersebut kepadanya dan memberikan dua Dirham hasil lelang kepada sahabat Anshar tadi.(HR, Abu Dawud, An-Nasai’ dan Ibnu Majah).

Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Bar dan lainnya meriwayatkan adanya Ijma’(kesepakatan) ulama tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah menjadi kebiasaan yang berlaku dipasar umat Islam pada masa lalu. Sebagaimana Umar Bin Khathab juga pernah melakukannya, demikian pula karena umat membutuhkan praktik lelang sebagai salah satu cara dalam jual-beli. (Al-Muqhni, VI/307, Ibnu Hazm, Al-Muhalla, IX/468). Pendapat ini dianut seluruh mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali serta Dzahiri. Meskipun demikian, ada pula sebagian kecil ulama yang keberatan seperti An-Nakha’i, dan Al-Auza’i. (Ibnu Rusyid, Bidayatul Mujtahid,II/165, Asy-Syaukani,Nailul Authar, V/191).

Namun untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran hak, norma dan etika dalam praktik lelang, Syariat Islam memberikan panduan dan kriteria umum sebagai pedoman pokok yaitu diantaranya:

1. Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling sukarela (‘an taradhin).

2. Objek lelang harus halal dan bermanfaat.

3. Kepemilikan / Kuasa Penuh pada barang yang dijual

4. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi

5. Kesanggupan penyerahan barang dari penjual,

6. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan perselisihan.

7. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk memenangkan tawaran.

Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam praktik lelang dikategorikan para ulama dalam praktik najasy (komplotan/trik kotor lelang), yang diharamkan Nabi SAW (HR, Bukhari dan Muslim), atau juga dapat dimasukkan dalam kategori Risywah (sogok) bila penjual atau pembeli menggunakan uang, fasilitas ataupun servis untuk memenangkan lelang yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria yang dikehendaki.

















Lelang Syariah

Oleh :Rudy Kurniawan

Pola penyelesaian eksekusi Marhun (BJ) yang telah jatuh tempo dan akhirnya tidak ditebus di Pegadaian Syariah yang sebelumya menggunakan Pola Penjualan (bukan lelang) berdasarkan pemahaman dari bunyi hadits : ”Janganlah menawar sesuatu yang sudah ditawar orang lain dan jangan meminang pinangan orang lain”(HR, Bukhari dan Muslim). Ternyata masih mambuka celah kontroversi, dan berdasarkan hasil pertemuan dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) maka pola tersebut harus diganti dengan pola Lelang Syariah yang merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 25/DSN-MUI/III/2002 bagian Kedua Butir 5 :

a) Apabila telah jatuh tempo, Murtahin (Pegadaian Syariah) harus memperingatkan Rahin (nasabah) untuk segera melunasi hutangnya.

b) Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa / dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

c) Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang , biaya pemeliharaan dan penyimpanan (Jasa simpan-pen) yang belum dibayar serta biaya penjualan (Bea Lelang Pembeli, Bea Lelang Penjual dan Dana Sosial- pen ).

d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin

Adapun praktik penawaran barang di atas penawaran orang lain – sebagaimana dilarang oleh Nabi S.A.W. dalam hadits di atas – tidak dapad dikategorikan dalam jual-beli lelang ini sebagaimana dikemukakan oleh Az-Zaila’i dalam Tabyin Al-Haqaiq(IV/67).

Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori:

Pertama, bila terdapat pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seijin penawar yang disetujui tawarannya.

Kedua: bila tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual,maka tidak ada larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama. Kasus ini dianalogikan dari hadist Fathimah binti Qais ketika melaporkan kepada Nabi, bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliu menawarkan padanya untuk menikah dengan Usamah bin zaid.

Ketiga: bila ada indikasi persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.

Pengertian Lelang (auction)

“Secara Umum Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat”. (Kep. Men. Keu RI. No.337/KMK.01/2000 Bab.I, Ps.1).

Lebih jelasnya lelang menurut pengertian diatas adalah suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada penawar tertinggi. Lelang dapat berupa penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan disebut (lelang naik) yang biasa dilakukan di Pegadaian Konvensional.. Lelang seperti ini yang masih menjadi perdebatan apakah sesuai syariah atau tidak, karena ada indikasi persetujuan pada penawar pertama yang menyetujui tawaran penjual (Lihat katagori ketiga klasifikasi diatas)

Disamping itu lelang dapat juga berupa penawaran barang, yang pada mulanya membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual, dan biasanya ditandai dengan ketukan (disebut lelang turun). Lelang seperti ini yang disepakati sudah sesuai syariah . dan selanjutnya dijadikan pola lelang di Pegadaian Syariah. Harga penawaran pertama (harga tinggi) disebut sebagai Harga Penawaran Lelang (HPL) : Bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga Pasar Daerah (HPD) dan Harga Pasar Setempat (HPS) dengan memperhitungkan kualitas / kondisi barang, daya tarik (model dan kekhasan) serta animo pembeli pada marhun lelang tersebut pada saat lelang. Lelang seperti ini dipakai pula dalam praktik penjualan saham dibursa efek, yakni penjual dapat menawarkan harga yang diinginkan, tetapi jika tidak ada pembeli, penjual dapat menurunkan harganya sampai terjadi kesepakatan .

Pasar lelang (action market) sendiri didefinisikan sebagai suatu pasar terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus menerus terhadap penawaran dan permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar, jumlah penjual dan pembeli cukup besar dan tidak saling mengenal. Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut, pelaksanaan lelang dapat menggunakan persyaratan tertentu seperti sipenjual dapat menolak tawaran yang dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga terendah/cadangan (reservation price), di Pegadaian Konvensional kita sebut sebagai Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa Nilai Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk mencegah adanya trik-trik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring) yaitu sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri diantara mereka. Penawaran curang seperti itu disebut penawaran cincai (collusive bidding). Pembatasan harga terendah juga dilakukan untuk mencegah permainan curang antara Penjual Lelang (Kuasa Penjual) dan Pembeli yang akan merugikan pemilik barang / nasabah.

Pada prinsipnya, Syariah Islam membolehkan jual-beli barang yang halal dengan cara lelang yang dalam fiqih disebut sebagai akad Bai’ Muzayadah. (Ibnu Juzzi, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, 290, majduddin Ibnu Taimiyah, Muntaqal Akhbar,V/101) .

Praktek lelang ( Muzayadah) dalam bentuknya yang sederhana pernah dilakukan oleh Nabi SAW, ketika didatangi oleh seorang sahabat dari kalangan Anshar meminta sedekah kepadanya. Lalu Nabi bertanya: “Apakah dirumahmu ada suatu barang?“ Sahabat tadi menjawab bahwa ia memiliki sebuah hiis (kain usang) yang dipakai sebagai selimut sekaligus alas dan sebuah qi’b (cangkir besar dari kayu) yang dipakai minum air. Lalu Beliau menyuruhnya mengambil kedua barang tersebut. Ketika ia Menyerahkannya kepada Nabi, Beliau mengambilnya lalu menawarkannya: “Siapakah yang berminat membeli kedua barang ini?” Lalu seseorang menawar keduanya dengan harga satu Dirham. Maka Beliau mulai meningkatkan penawarannya: “Siapakah yang mau menambahkannya lagi dengan satu Dirham ?” lalu berkatalah penawar lain:”Saya membelinya dengan harga dua Dirham” Kemudian Nabi menyerahkan barang tersebut kepadanya dan memberikan dua Dirham hasil lelang kepada sahabat Anshar tadi.(HR, Abu Dawud, An-Nasai’ dan Ibnu Majah).

Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Bar dan lainnya meriwayatkan adanya Ijma’(kesepakatan) ulama tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah menjadi kebiasaan yang berlaku dipasar umat Islam pada masa lalu. Sebagaimana Umar Bin Khathab juga pernah melakukannya, demikian pula karena umat membutuhkan praktik lelang sebagai salah satu cara dalam jual-beli. (Al-Muqhni, VI/307, Ibnu Hazm, Al-Muhalla, IX/468). Pendapat ini dianut seluruh mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali serta Dzahiri. Meskipun demikian, ada pula sebagian kecil ulama yang keberatan seperti An-Nakha’i, dan Al-Auza’i. (Ibnu Rusyid, Bidayatul Mujtahid,II/165, Asy-Syaukani,Nailul Authar, V/191).

Namun untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran hak, norma dan etika dalam praktik lelang, Syariat Islam memberikan panduan dan kriteria umum sebagai pedoman pokok yaitu diantaranya:

1. Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling sukarela (‘an taradhin).

2. Objek lelang harus halal dan bermanfaat.

3. Kepemilikan / Kuasa Penuh pada barang yang dijual

4. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi

5. Kesanggupan penyerahan barang dari penjual,

6. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan perselisihan.

7. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk memenangkan tawaran.

Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam praktik lelang dikategorikan para ulama dalam praktik najasy (komplotan/trik kotor lelang), yang diharamkan Nabi SAW (HR, Bukhari dan Muslim), atau juga dapat dimasukkan dalam kategori Risywah (sogok) bila penjual atau pembeli menggunakan uang, fasilitas ataupun servis untuk memenangkan lelang yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria yang dikehendaki.












Peraturan Lelang (Vendureglement) dan Kewenangan Notaris Membuat Risalah Lelang

Di Indonesia, sejarah kelembagaan lelang sudah cukup lama dikenal. Peraturan Lelang (Vendureglement) yang sampai saat ini masih berlaku merupakan bentukan pemerintah Hindia Belanda. Peraturan dimaksud tepatnya mulai diundangkan pada tanggal 1 April 1908.

Untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat atau perkembangan ekonomi, Pemerintah terus berupaya melakukan terobosan atau deregulasi dalam bidang lelang. Deregulasi dimaksud, antara lain (i) dimungkinkannya Balai Lelang Swasta terlibat dalam kegiatan lelang; (ii) diperkenalkannya Pejabat Lelang Kelas II; serta (iii) terbukanya kesempatan bagi para kreditur untuk melakukan lelang langsung (direct auction) tanpa harus melibatkan pengadilan negeri.

Pejabat Lelang Kelas II dimaksud berasal dari kalangan swasta. Pejabat lelang ini berwenang menerbitkan risalah lelang, namun hanya dalam lelang yang bersifat sukarela (voluntary auction). Kemudian, lelang eksekusi langsung adalah kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan UU No. 42 Tahun 1992 tentang Jaminan Fidusia. Dalam lelang jenis ini, Balai Lelang bertindak sebagai partner pelaksana dari kreditur.

Jelas, ketiga contoh terobosan dan deregulasi di atas memberikan ruang yang semakin terbuka dan opsi yang semakin beragam bagi masyarakat. Untuk itulah Balai Lelang swasta hadir di tengah masyarakat, khususnya kalangan usaha. Yang banyak dimanafaatkan jasanya menjadi mitra baik dalam melakukan lelang sukarela maupun eksekusi.

Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Lelang

Pemberian kewenangan kepada Notaris dalam pembuatan akta risalah lelang sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyebabkan timbulnya ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya di bidang lelang. Hal ini dikarenakan pemberian kewenangan tersebut tumpang tindih dengan kewenangan Pejabat Lelang sebagai pelaksana lelang berdasarkan Peraturan Lelang (Vendu Reglement) dan Instruksi Lelang (Vendu Instructie). Namun demikian kewenangan Notaris membuat akta risalah lelang ini tidak dapat secara otomatis diterapkan begitu saja. Hanya Notaris yang telah ditetapkan dan diangkat sebagai Pejabat lelang Kelas II saja yang berhak dan berwenang memimpin pelaksanaan lelang dan membuat akta risalah lelang.

Notaris dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Lelang Kelas II. Pengaturan hukum bagi Notaris yang ditetapkan dan diangkat menjadi Pejabat Lelang Kelas II diatur dalam Peraturan Lelang (Vendu Reglement) dan Pasal 7 Instruksi Lelang (Vendu Instructie) junto Pasal 4 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang juncto Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 119/PMK.07/2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II. Rangkap jabatan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II ini bukanlah suatu rangkap jabatan yang dilarang oleh undang-undang yang berlaku, baik peraturan perundang-undangan di bidang lelang maupun di bidang kenotariatan. Pasal 3 huruf g juncto Pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris tidak melarang rangkap jabatan Notaris sebagai Pejabat Lelang Kelas II.

KEUNGGULAN LELANG

Penjualan aset secara lelang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan transaksi konvensional, yaitu:

Kepastian Proses lelang didahului pengecekan dokumen yang sistematis, berlapis serta diumumkan secara terbuka (dalam media massa seperti surat kabar). Selanjutnya pemenang lelang akan mendapatkan risalah lelang. Risalah lelang merupakan akta pengalihan hak (acta van transport) yang memiliki kekuatan hukum sempurna atau otentik.

Efektif dan Efisien Khusus untuk asset yang dijual secara kolektif (massal), lelang merupakan media terbaik. Pelaksanaannya dilakukan sekali waktu serta menghadirkan pembeli secara bersamaan (single event). Dengan model lelang ini, potensi harga terbaik akan lebih mudah dicapai. Sebab, secara teknis dan psikologis, suasana kompetitif dengan sendirinya akan terbentuk.

Transparan Lelang menganut asas publikasi dan terbuka untuk umum. Dengan demikian, lelang merupakan model penjualan asset yang paling transparan. Transparansi ini terutama sangat diperlukan dalam penjualan jaminan kredit/lelang eksekusi, asset milik lembaga atau perusahaan Negara, asset perusahaan-perusaha an publik atau asset lembaga manapun yang memerlukan suatu proses yang transparan.

Biasanya Jasa Yang Ditawarkan Balai Lelang memberikan layanan jasa lelang dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Lelang Sukarela

Lelang sukarela adalah lelang terhadap asset (bergerak dan tidak bergerak) yang secara sukarela dijual oleh pemilik atas kuasanya yang sah. Dengan demikian, dalam lelang sukarela tidak ada unsur paksaan, misalnya karena penetapan pengadilan atau permohonan kreditur. Lelang sukarela ini dapat mencakup asset "milik" perusahaan, badan hukum tertentu dan perorangan (misalnya jaminan yang sudah diambil alih bank, inventaris kantor, tanah dan bangunan, perkebunan, mesin-mesin, saham dan sebagainya).

Dalam melakukan lelang sukarela, Balai Lelang bertindak selaku penjual yang telah mendapat kuasa dari pemilik). Khusus untuk daerah tertentu, lelang sukarela diselenggarakan oleh Balai Lelang bekerja sama dengan Pejabat Lelang Kelas II. Pejabat Lelang Kelas II dikenal juga dengan pejabat lelang swasta.. Apabila di daerah tersebut belum ada Pejabat Lelang Kelas II, maka Balai Lelang bekerja sama dengan Pejabat Lelang Kelas I yang berada di bawah Kantor Lelang Negara setempat. Risalah lelang diterbitkan oleh Pejabat Lelang Kelas II atau Pejabat Lelang Kelas I (untuk daerah yang belum memiliki Pejabat Lelang Kelas II).

2.Lelang Eksekusi

Lelang eksekusi adalah lelang terhadap asset yang telah terikat sebagai jaminan suatu utang atau asset yang menjadi objek sitaan suatu institusi hukum. Lelang objek sitaan ini meliputi lelang melalui penetapan pengadilan (hak tanggungan, hak fidusia atau gugatan), lelang atas permohonan kejaksaan (terkait dengan perkara pidana), lelang sita bea cukai, lelang sita kantor pajak, lelang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan lelang harta pailit.

Dalam lelang eksekusi, Balai Lelang bertindak selaku agen pemohon lelang (kreditur atau instansi berwenang). Lingkup pekerjaan agency dimaksud mencakup penyiapan dan pemeriksaan dokumen, penyiapan dan pemeriksaan objek, pemeliharaan objek, pemasaran, penyelenggaraan lelang hingga membantu pembeli dan penjual menyelesaikan kegiatan administratif pasca lelang.

3. Lelang Non Eksekusi Wajib

Lelang non eksekusi wajib adalah lelang asset milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara atau barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), yang oleh peraturan perundang-undangan wajib dijual secara lelang. Misalnya lelang kayu dan hasil hutan.


















Peran Notaris dalam kaitan dengan piutang dan lelang Negara

Dari Tugas dan kewenangan Notaris secara explicit dapat diketahui bahwa Notaris dapat berperan sebagai pejabat umum pembuat akta otentik yaitu dalam pembutan akta Perjanjian Kredit dimana dalam akta tersebut juga menyebutkan tentang jaminan, Tanggungan atau agunan. Sehingga apabila Debitur terbukti melakukan dan telah terjadi wanprestasi maka Kreditur dapat melakukan upaya paksa guna pelunasan piutangnya yang antara lain dengan menyerahkan penyelesaian pelunasan Kredit tersebut melalui antor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara selanjutnya dalam tuilisan ini disebut/disingkat KP2LN setempat.

Berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 15 ayat (2) huruf (g) menyebutkan bahwa wewenang Notaris sebagai Pejabat Umum dapat membuat Akta Risalah Lelang junto Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang khususnya yang dimuat dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa Notaris dapat menjadi pejabat lelang kelas II.

Oleh karena itu perlu penelitian mengenai peranan Notaris sebagai pembuat akta Perjanjian Kredit dalam kaitannya dengan KP2LN dan hambatan-hambatan serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan peranan Notaris dalam kaitan dengan KP2LN.

Untuk menjawab hal tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis sosiologis, yaitu : pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi dilapangan, khususnya peraturan perundang-undangan yang mendukung terlaksananya peranan Notaris dalam kaitan dengan KP2LN. Penelitian ini didukung oleh data primer yang diperoleh dari studi iapangan dengan alat pengumpulan data pedornan wawancara dan pengamatan, dan data sekunder dari studi kepustakaan. Kemudian keseluruhan data diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode induktif dan deduktif.

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan metode tersebut di atas dapaty diambil kesimpulan bahwa peranan Notaris dalam kaitan dengan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara sebagai berikut

1. Peranan Notaris pada tahap pengikatan jaminan yaitu notaris berperan dalam pembuatan akta perjanjian kredit yang didalamnya berisikan jaminan atau agunan yang dijaminkan kepada bank.

2. Peranan Notaris pada tahap pengurusan piutang negara yaitu notaris berperan dalam pembutan akta perjanjian kredit, jika perjanjian kredit perlu di legalisir/disahkan oleh notaris.

3. Peranan Notaris pada Tahap Pasca Lelang yaitu notaris berperan dalam pembutan akta surat kuasa, jika pembeli/peminat lelang tidak dapat hadir dalam lelang. Akhirnya disarankan agar pemerintah mengoptimalkan upaya hukum agar notaris dapat berperan sebagai pembut akta risalah lelang dan sebagai pejabat lelang kelas II, dengan segera menyelenggarakan latihan dan pendidikan bagi notaries sehingga dapat memahami akan tugas dan wewenang sebagai pejabat Ielang kelas II.












TAMBAHAN
PENGIKATAN JAMINAN PESAWAT TERBANG


Pengikatan Jaminan Pesawat Terbang sebagai jaminan fasilitas kredit Bank


LATAR BELAKANG

Suatu BANK telah menyalurkan fasilitas kredit kepada debiturnya dengan menerima barang jaminan kredit yang satu diantaranya adalah pesawat terbang. Pengikatan yang dilakukan oleh BANK terhadap 2 (dua) unit pesawat terbang dimaksud adalah secara Fidusia Notariil.

Hal tersebut selanjutnya menjadi temuan Tim Audit Internal BANK ybs dan berdasarkan hasil audit tersebut, Tim Audit memberikan rekomendasi agar pengikatan terhadap pesawat terbang dimaksud dilakukan secara Fidusia dan mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia.

DASAR HUKUM

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW);
2. UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
3. UU No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia;

PEMBAHASAN

Berdasarkan asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik (Hypotheek). Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah dilaksanakan melalui ketentuan Mortgage.

Ketentuan mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang.

Dalam Pasal 9 UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak semua pesawat terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali pesawat terbang Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan dan syarat dibawah ini :

· Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia;
· Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya;
· Dimiliki oleh instansi pemerintah;
· Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah.

Secara khusus ketentuan mengenai pendaftaran pesawat terbang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pendaftaran pesawat terbang sipil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Selain tanda pendaftaran Indonesia , sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 UU Penerbangan, pesawat terbang dan helikopter yang akan dioperasikan di Indonesia wajib pula mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. Tanda kebangsaan Indonesia dimaksud hanya akan diberikan kepada pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Persyaratan dan tata cara memperoleh dan mencabut tanda kebangsaan Indonesia bagi pesawat terbang dan helikopter dan jenis-jenis tertentu dari pesawat terbang dan helikopter yang dapat dibebaskan dari kewajiban memiliki tanda kebangsaan Indonesia, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Dengan diterapkannya pendaftaran terhadap Pesawat Terbang, maka memberikan sifat hak kebendaan yang kuat kepada pemilik dan hak itu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada. Dalam praktek, hal ini memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik, karena pemilik dapat mempertahankan haknya terhadap khalayak umum (publik).

Dengan demikian secara yuridis pesawat terbang atau helikopter merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan suatu utang (agunan) sepanjang pesawat terbang atau helikopter tersebut telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut :

(1) Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani Hipotek.

(2) Pembebanan Hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran hipotek pesawat udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan seluruh penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengikatan pesawat terbang dan helikopter dilaksanakan melalui pembebanan hipotik. Lalu timbul pertanyaan bagaimanakah tata cara pendaftaran hipotik pesawat terbang dan helikopter ? lembaga manakah yang berwenang mencatat pendaftaran dan menerbitkan Sertipikat Hipotik atas pesawat terbang dan helikopter ?

Berdasarkan penelitian kami, peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pembebanan hipotek atas pesawat terbang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (3) UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan sampai saat ini belum direalisasikan, sehingga pelaksanaan pembebanan Hipotek atas Pesawat Terbang masih belum jelas dan belum bersifat nasional, yang artinya tidak semua Dinas Perhubungan (yang nantinya diharapkan sebagai badan yang melakukan registrasi terhadap pembebanan Hipotek atas Pesawat Terbang) dapat menerima atau bersedia melakukan pencatatan terhadap pembebanan Hipotek atas pesawat terbang, atau dengan kata lain belum ada badan yang ditunjuk secara resmi sebagai badan yang berwenang melakukan registrasi terhadap pembebanan Hipotek atas pesawat terbang, sebagaimana Kantor Pendaftaran Fidusia dalam hal pembebanan Fidusia, Kantor Pertanahan (BPN) dalam hal pembebanan Hak Tanggungan atau Kantor Syahbandar dalam hal pembebanan Hipotek atas kapal.

Mengingat peraturan pemerintah belum ada, lalu apakah pengikatan pesawat terbang dapat diterobos dengan melakukan pengikatan Fidusia dan mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia ? mengingat pengikatan fidusia dapat dilaksanakan terhadap benda-benda jaminan yang tidak dapat diikat Hak Tanggungan maupun hipotik ?

Walapun dalam ketentuan umum dalam Undang-Undang No 42 tahun 1999 tentang Fidusia, pada Pasal 1 ayat 4 menyebutkan, bahwa yang dapat dibebani Fidusia salah satunya adalah benda yang terhadapnya tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotek, namun pasal/klausul tersebut tidak serta merta berlaku bagi pesawat terbang, mengingat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia telah secara tegas menyebutkan bahwa UU Fidusia tidak berlaku terhadap Hipotek atas pesawat terbang.

KESIMPULAN, SARAN DAN CATATAN PENULIS

Kesimpulan

Pengikatan Jaminan atas pesawat terbang melalui pembebanan Hipotik sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan belum dapat dilaksanakan dan pembebanan melalui Fidusia bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No. 42 tahun 1999 tentang Fidusia yang secara tegas menyebutkan bahwa Fidusia tidak berlaku terhadap Hipotik atas pesawat terbang.

Saran

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas sebagai langkah pengamanan bagi BANK, kami memberikan masukan agar terhadap jaminan berupa pesawat terbang diperlakukan sebagai jaminan tambahan dan bukan sebagai jaminan pokok atas suatu hutang (fasilitas kredit). Namun demikian apabila jaminan pesawat terbang tersebut harus diterima oleh BANK, maka kami menyarankan agar BANK memperkirakan dan meyakinkan bahwa tidak ada kreditur lain yang mempunyai hubungan utang piutang dengan pihak debitur yang menyerahkan pesawat terbang sebagai jaminan kredit.

Catatan

Pemerintah seyogyanya memperhatikan permasalahan ini, karena kebutuhan akan penggunaan pesawat terbang dalam perkembangannya dewasa ini sudah bukan merupakan hal yang exclusive, namun sudah merupakan kebutuhan primer bagi mobilitas umat manusia, sehingga pembiayaan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha air traffic carrier sangat terbuka luas dan memberikan tantangan peluang usaha kedepan. Sehingga pemerintah dituntut untuk segera mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang tata cara pengikatan pesawat terbang dan helikopter.

Demikian pula untuk pelaku usaha perbankan di tanah air, agar segera mendapatkan kepastian dalam mengakomodir tantangan dan peluang kedepan dalam melakukan pembiayaan terhadap usaha air traffic carrier sehingga kedepan tidak ada hambatan regulasi untuk membiayai kredit jasa air traffic carrier tersebut.

… and justice for all …

Penulis : Achmad Susetyo dan Pudyo Bayu Hartawan


Catatan :

Sebagai tambahan

UU Penerbangan baru UU Penerbangan yang baru (UU No. 1 Tahun 2009) tidak menyentuh pengaturan mengenai pembebanan hipotik pesawat terbang.

Dalam UU Penerbangan 2009 ketentuan mengenai penjaminan pesawat terbang diatur dalam pasal 71 s/d 82 tetapi memang tidak menyebutkan hipotik. Sepengetahuan saya, dikarenakan belum ada PP berdasarkan UU lama maka pembebanan jaminan atas pesawat terbang dapat dilakukan dengan Fidusia. Supaya tidak tunduk pada hukum hipotik maka yang menjadi obyek fidusia adalah bukan pesawat secara utuh tetapi bagian2 dari pesawat, misalnya mesin, turbin, badan pesawat/kabin, dlsb (walaupun dapat saja meliputi hampir seluruh bagian pesawat). Kayaknya ini akal-akalan tetapi tidak melanggar hukum. Ini merupakan satu-satunya alternatif cara pembebanan untuk “pesawat” apabila memang tidak ada agunan lain. Soal bagaimana eksekusinya, itu persoalan lain.













Ada 2 jenis Lelang yang harus dipahami yakni lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Kedua jenis lelang ini dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang.

Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/ penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau yang dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum. Contoh, Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai, lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia dan Lelang Eksekusi Gadai.

Lelang Non Eksekusi dibagi atas 2 jenis yakni :

a. Lelang Non Eksekusi Wajib, yakni lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama.

b.Lelang Non Eksekusi Sukarela, yakni lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik perorangan, kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk dalam hal ini adalah BUMN/D berbentuk persero.

Terkait dengan hak tanggungan, berdasarkan uraian jenis lelang diatas, maka jelas termasuk lelang eksekusi karena diatur dalam peraturan hukum yakni UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Dalam lelang hak tanggungan, dikenal ada beberapa cara salah satunya bisa melalui balai lelang swasta, KPKNL & PN. Apa bedanya dari segi untung ruginya & dari segi biaya lebih murah yg mana? Berikut uraiannya …

1) Lelang melalui balai lelang swasta :

Dasar hukum penjualan lelang melalui Balai Lelang Swasta diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 47/KMK.01/1996 tanggal 25 Januari 1996 dan Keputusan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) No.1/PN/1996. Adapun peraturan yang mengatur tentang perizinan, kegiatan usaha dan pelaksanaan lelang Balai Lelang Swasta diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 November 2005 tentang Balai Lelang.

Dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 ditegaskan bahwasanya kegiatan usaha Balai Lelang meliputi Jasa Pralelang, Jasa Pelaksanaan Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II, dan Jasa Pascalelang terhadap jenis lelang :

1. Lelang Non Eksekusi Sukarela,
2. Lelang aset BUMN/ D berbentuk persero, dan
3. Lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank.


Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) di atas, maka kegiatan lelang hak tanggungan yang dilakukan melalui Balai Lelang Swasta terlebih dahulu secara formal hukumnya harus ada kata sepakat antara Bank dengan debitornya. Tanpa adanya kata kesepakatan untuk menggunakan mekanisme penjualan lelang melalui Balai Lelang Swasta, debitor dapat menuntut pembatalan atas mekanisme tersebut.

Dalam praktek perbankan, umumnya dalam proses negoisasi dengan debitor, bank kerap memaksakan kehendaknya bahkan cenderung menekan debitur untuk menyetujui menggunakan mekanisme lelang melalui Balai Lelang Swasta. Penekanan atau pemaksaan ini terjadi karena Bank umumnya beranggapan bahwasanya lelang hak tanggungan melalui Balai Lelang Swasta lebih cepat dan murah disamping memang dari sudut aturan hukumnya, berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996, Bank selaku pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaannya sendiri. Benarkah demikian ?

Dalam prakteknya, ternyata pelaksanaan lelang melalui Balai Lelang Swasta tidaklah mudah dan cenderung membutuhkan biaya yang besar mengingat Balai Lelang Swasta sering mendapat hambatan dalam pengosongan objek jaminan kredit bank berupa Hak Tanggungan yang telah dilelang, karena untuk memperoleh fiat pengadilan (putusan. Penetapan pengadilan) tentang eksekusi pengosongan terlebih dahulu harus disertakan Surat Pengantar dari KPKNL, walaupun sudah ada Risalah Lelang yang dikukuhkan oleh Pejabat Lelang Kelas II dari KPKNL ketika dilakukan lelang oleh Balai Lelang Swasta. Disamping itu, Bank juga harus memperhitungkan besaran imbalan jasa kepada Balai Lelang Swasta, meskipun besaran imbalan jasa ini ditentukan pula dengan adanya kesepakatan namun sedikit banyaknya pastinya akan mempengaruhi pendapatan Bank atas hasil penjualan lelang tersebut.

2) Lelang melalui KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) :

Pasal 30 Keputusan Menteri Keuangan No.102/PMK.02/2008 tentang organisasi dan tata kerja instansi vertikal dilingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, menyatakan bahwasanya tugas pokok KPKNL adalah melaksanakan pelayanan dibidang kekayaan Negara, penilaian, piutang negara dan lelang.

Adapun teknis pelaksanaan lelang yang dilakukan KPKNL diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 ditegaskan bahwasanya lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Artinya lelang yang dilakukan KPKNL memilki kekuatan hukum yang tetap terkecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam Pasal 4-nya ditegaskan pula, bahwasanya lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang dan jika dalam hal tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran. Artinya dari segi kepraktisan waktu, lelang yang dilakukan KPKNL lebih praktis dan cepat dibandingkan lelang yang dilakukan Balai Lelang Swasta.

Bahwa secara hukum, segala jenis lelang dapat dilakukan oleh KPKNL (pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010). Bandingkan dengan kegiatan lelang yang dilakukan Balai Lelang Swasta yang notabene hanya mencakup Lelang Non Eksekusi Sukarela saja.

Sayangnya jika dilihat dari beban tanggungjawab hukum, bank selaku pemegang hak tanggungan tetap bertanggung jawab atas gugatan atau tuntutan pidana dari debitur terkait keabsahan kepemilikan barang, keabsahan dokumen persyaratan lelang, penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak dan dokumen kepemilikan kepada Pembeli serta dipersyaratkan pula, terkait dengan barang bergerak, bahwasanya bank selaku pemegang hak tanggungan terlebih dahulu harus menguasai fisik barang tersebut (Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010). Bandingkan dengan kewajiban Balai lelang Swasta sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 29 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 yang mensyaratkan Balai Lelang Swasta yang harus bertanggungjawab atas adanya gugatan atau tuntutan pidana atas pelaksanaan lelang yang dilakukannya.

Terkait lelang hak tanggungan atas tanah dan bangunan, dalam Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010, KPKNL juga mensyaratkan Bank selaku pemegang hak tanggungan harus melengkapi dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan setempat. Jika tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Bank untuk melengkapi Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan tanah atau bangunan tersebut. Dan atas segala biaya pengurusan tersebut menjadi tanggung jawab pihak bank. Rumitnya, jika Bank selaku pemegang hak tanggungan tidak menguasai dokumen kepemilikan maka, berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010, setiap dilaksanakan lelang harus dimintakan SKT baru. Bayangkan, jika lelang tersebut harus dilakukan lebih dari satu kali penyelenggaraan, berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh bank hanya untuk mengurus surat keterangan tersebut ?

Kemudian yang harus diperhatikan jika ingin menggunakan jasa lelang KPKNL adalah ketentuan Pasal 64 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 yang menyatakan, setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin. Disamping itu, perlu diperhatikan pula bahwasanya Pasal 65 Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 juga mengatur pengenaan bea pembatalan lelang.

3) Lelang melalui Pengadilan Negeri :

Proses lelang melalui pengadilan ini hanya dapat dilakukan apabila jaminan/ barang yang akan dilelang tersebut masih dalam kondisi:

a. Masih dikuasai oleh pemilik jaminan/pemilik barang (belum dikosongkan).
b. Adanya indikasi perlawanan dari pemilik jaminan/pemilik barang.

Dari segi prosedur dan biaya, lelang melalui pengadilan negeri ini relatif rumit dan cukup memakan biaya karena Bank selaku pemegang hak tanggungan tidak cukup mengajukan hanya permohonan lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri tetapi juga harus mengajukan permohonan sita jaminan (meskipun dari segi kepraktisan, permohonan sita jaminan dan permohonan lelang ini dapat disatukan dalam satu permohonan, sayangnya dalam praktek, banyak Pengadilan yang menghendaki satu persatu permohonan).

Jika permohonan lelang disetujui maka Pengadilan akan menerbitkan penetapan lelang yang dikemudian dilanjutkan dengan penetapan sita jaminan. Dengan diterbitkannya sita jaminan, maka Pengadilan akan melakukan penyitaan terhadap objek lelang yang kemudian akan didaftarkan kepada kantor Badan Pertanahan setempat sekaligus mengajukan permohonan SKPT (Surat Keterangan Pendaftaran Tanah).

Setelah keluarnya SKPT tersebut, maka Pengadilan Negeri mengajukan kegiatan Taksasi (penaksiran) dengan melibatkan pihak kelurahan dan pihak Dinas Pekerjaan Umum (PU), untuk dapat ditetapkannya berapa nilai atau harga wajar atas jaminan/barang yang akan dilelang. Setelah didapatkannya harga, maka Kepala Pengadilan akan menetapkan harga limit terendah atas jaminan/barang yang akan dilelang tersebut. Bandingkan dengan kegiatan lelang yang dilakukan oleh Balai Lelang Swasta atau KPKNL dimana penjual/ pemegang hak tanggungan yang berhak menentukan harga limit terendah atas objek lelang.

Adapun untuk pelaksanaan lelangnya, Pengadilan bekerjasamana dengan KPKNL. Ini berarti, secara praktis dan biaya, lelang melalui KPKNL tetap lebih efektif dibandingkan lelang melalui Pengadilan Negeri karena pada akhirnya akan tetap bekerjasama dengan KPKN. Demikian juga pada akhirnya akta Risalah Lelang pada akhirnya akan diurus dan diterbitkan oleh Pejabat Lelang yang notabene merupakan bagian dari KPKNL.

Kerumitan yang lain adalah meskipun Akta Risalah lelang sama fungsinya dengan akta Jual Beli yang biasa dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada proses jual beli biasa, pembeli tidak bisa langsung mengajukan balik nama sebelum mengajukan permohonan pengosongan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dilanjutkan dengan proses pengosongan atas jaminan/barang dimaksud dengan perintah dari Pengadilan. Artinya, harus ada biaya tambahan lain yang dikeluarkan oleh si pembeli …. (udah banyak biaya yang keluar, ribet pulaaaa … ).















PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 93 /PMK.06/2010
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan lelang, serta
mewujudkan pelaksanaan lelang yang lebih efisien, efektif,
transparan, akuntabel, adil, dan menjamin kepastian hukum,
dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan ketentuan
mengenai lelang;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
Mengingat : 1. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28
Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3687);
3. Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Staatsblad 1930:85);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada
Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
http://ekolumajang.wordpress.com
Indonesia Nomor 4313);
5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
6. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen
Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 22 Tahun 2007;
7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara;
8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara;
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada
Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk
dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan
atau Keputusan Menteri Keuangan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK
PELAKSANAAN LELANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
http://ekolumajang.wordpress.com
1. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum
dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga
tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.
2. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara
lelang.
3. Pengumuman Lelang adalah pemberitahuan kepada
masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk
menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak
yang berkepentingan.
4. Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan
putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang
dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.
5. Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan
penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan
diharuskan dijual secara lelang.
6. Lelang Noneksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik
swasta, orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang
secara sukarela.
7. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
8. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut
DJKN, adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
10. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang
selanjutnya disebut Kantor Wilayah, adalah instansi vertikal
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah
dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal
Kekayaan Negara.
11. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang
selanjutnya disebut KPKNL, adalah instansi vertikal Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
http://ekolumajang.wordpress.com
12. Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat
kedudukan Pejabat Lelang Kelas II.
13. Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
14. Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk
melaksanakan penjualan barang secara lelang.
15. Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan
Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang
Noneksekusi Sukarela.
16. Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang
berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.
17. Pemandu Lelang (Afslager) adalah orang yang membantu
Pejabat Lelang untuk menawarkan dan menjelaskan barang
dalam suatu pelaksanaan lelang.
18. Pengawas Lelang (Superintenden) adalah pejabat yang diberi
kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada Pejabat Lelang.
19. Penjual adalah orang, badan hukum/usaha atau instansi yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian
berwenang untuk menjual barang secara lelang.
20. Pemilik Barang adalah orang atau badan hukum/usaha yang
memiliki hak kepemilikan atas suatu barang yang dilelang.
21. Peserta Lelang adalah orang atau badan hukum/badan usaha
yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.
22. Pembeli adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang
mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai
pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
23. Legalitas formal subjek dan objek lelang adalah suatu kondisi
dimana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh
pemohon lelang/Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada
perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara
pemohon lelang/Penjual (subjek lelang) dengan barang yang
akan dilelang (objek lelang), sehingga meyakinkan Pejabat
Lelang bahwa subjek lelang berhak melelang objek lelang, dan
objek lelang dapat dilelang.
http://ekolumajang.wordpress.com
24. Lelang Ulang adalah pelaksanaan lelang yang dilakukan untuk
mengulang lelang yang tidak ada peminat, lelang yang ditahan
atau lelang yang Pembelinya wanprestasi.
25. Uang Jaminan Penawaran Lelang adalah uang yang disetor
kepada Kantor Lelang/Balai Lelang atau Pejabat Lelang oleh
calon Peserta Lelang sebelum pelaksanaan lelang sebagai syarat
menjadi Peserta Lelang.
26. Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang
dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang.
27. Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan
oleh peserta lelang yang telah disahkan sebagai pemenang
lelang oleh Pejabat Lelang.
28. Pokok Lelang adalah Harga Lelang yang belum termasuk Bea
Lelang pembeli dalam lelang yang diselenggarakan dengan
penawaran harga secara ekslusif atau Harga Lelang dikurangi
Bea Lelang pembeli dalam lelang yang diselenggarakan dengan
penawaran harga secara inklusif.
29. Hasil Bersih Lelang adalah Pokok Lelang dikurangi Bea Lelang
Penjual dan/atau Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PPh Final)
dalam lelang dengan penawaran harga lelang ekslusif, dalam
lelang dengan penawaran harga inklusif dikurangi Bea Lelang
Pembeli.
30. Kewajiban Pembayaran Lelang adalah harga yang harus
dibayar oleh Pembeli dalam pelaksanaan lelang yang meliputi
Pokok Lelang dan Bea Lelang Pembeli.
31. Bea Lelang adalah bea yang berdasarkan peraturan perundangundangan,
dikenakan kepada Penjual dan/atau Pembeli atas
setiap pelaksanaan lelang, yang merupakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
32. Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang
dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan
mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
33. Minuta Risalah Lelang adalah Asli Risalah Lelang berikut
lampirannya, yang merupakan dokumen/arsip Negara.
34. Salinan Risalah Lelang adalah salinan kata demi kata dari
seluruh Risalah Lelang.
35. Kutipan Risalah Lelang adalah kutipan kata demi kata dari satu
atau beberapa bagian Risalah Lelang.
http://ekolumajang.wordpress.com
36. Grosse Risalah Lelang adalah Salinan asli dari Risalah Lelang
yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Pasal 2
Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau
dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-
Undang atau Peraturan Pemerintah.
Pasal 3
Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, tidak dapat dibatalkan.
Pasal 4
(1) Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu)
orang peserta lelang.
(2) Dalam hal tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan
dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran.
Pasal 5
Lelang Eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang
Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi
Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit,
Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan
(UUHT), Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang
Rampasan, Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia, Lelang Eksekusi
Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai atau Barang yang
Dikuasai Negara-Bea Cukai, Lelang Barang Temuan, Lelang
Eksekusi Gadai, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 18 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal 6
Lelang Noneksekusi Wajib termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Lelang Barang Milik Negara/Daerah, Lelang Barang Milik Badan
Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), Lelang Barang Yang
Menjadi Milik Negara-Bea Cukai, Lelang Benda Berharga Asal
Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), dan Lelang Kayu dan
Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama.
Pasal 7
http://ekolumajang.wordpress.com
Lelang Noneksekusi Sukarela termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk Persero, Lelang harta
milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan, Lelang Barang Milik Perwakilan Negara
Asing, dan Lelang Barang Milik Swasta.
BAB II
PEJABAT LELANG
Pasal 8
(1) Pejabat Lelang terdiri dari:
a. Pejabat Lelang Kelas I; dan
b. Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk
semua jenis lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang.
(3) Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang
Noneksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau
Penjual/Pemilik Barang.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat Lelang Kelas I, Pejabat
Lelang Kelas II dan Balai Lelang, diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
PERSIAPAN LELANG
Bagian Kesatu
Permohonan Lelang
Pasal 10
(1) Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan
barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat
permohonan lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL untuk
dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen
persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya.
(2) Dalam hal Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, permohonan
lelang diajukan dalam bentuk Nota Dinas oleh Kepala Seksi
Piutang Negara KPKNL kepada Kepala KPKNL.
(3) Penjual/Pemilik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menggunakan Balai Lelang untuk memberikan jasa
pralelang dan/atau jasa pascalelang.
http://ekolumajang.wordpress.com
Pasal 11
(1) Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan
barang secara lelang melalui Balai Lelang atau Kantor Pejabat
Lelang Kelas II, harus mengajukan surat permohonan lelang
secara tertulis kepada Pemimpin Balai Lelang/Pejabat Lelang
Kelas II, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan
jenis lelangnya.
(2) Dalam hal legalitas formal subjek dan objek lelang telah
dipenuhi dan Pemilik Barang telah memberikan kuasa kepada
Balai Lelang untuk menjual secara lelang, Pemimpin Balai
Lelang mengajukan surat permohonan lelang kepada Kepala
KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan jadwal
pelaksanaan lelangnya.
Pasal 12
Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak
permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen
persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas
formal subjek dan objek lelang.
Pasal 13
(1) Dalam hal terdapat gugatan terhadap objek lelang hak
tanggungan dari pihak lain selain debitor/suami atau istri
debitor/tereksekusi, pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan
titel eksekutorial dari Sertifikat Hak Tanggungan yang
memerlukan fiat eksekusi.
(2) Permohonan atas pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pengadilan Negeri.
Pasal 14
Dalam hal terdapat permohonan lelang eksekusi dari kreditur
pemegang hak agunan kebendaan yang terkait dengan putusan
pernyataan pailit, maka pelaksanaan lelang dilakukan dengan
memperhatikan Undang-Undang Kepailitan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan lelang dan
dokumen persyaratan lelang diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal.
Bagian Kedua
Penjual/Pemilik Barang
http://ekolumajang.wordpress.com
Pasal 16
(1) Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap:
a. keabsahan kepemilikan barang;
b. keabsahan dokumen persyaratan lelang;
c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak
bergerak; dan
d. dokumen kepemilikan kepada Pembeli.
(2) Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap gugatan
perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak
dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang lelang.
(3) Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan
barang dan dokumen persyaratan lelang.
(4) Penjual/Pemilik Barang harus menguasai fisik barang bergerak
yang akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, termasuk
tetapi tidak terbatas pada saham tanpa warkat, hak tagih, hak
cipta, merek, dan/atau hak paten.
(5) Dalam hal yang dilelang berupa barang tak berwujud
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penjual/Pemilik Barang
harus menyebutkan jenis barang yang dilelang dalam surat
permohonan lelang.
Pasal 17
(1) Penjual/Pemilik Barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang
tambahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. jangka waktu bagi peserta lelang untuk melihat, meneliti
secara fisik barang yang akan dilelang;
b. jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau
c. jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum
pelaksanaan lelang (aanwijzing).
(2) Syarat-syarat lelang tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilampirkan dalam surat permohonan lelang.
Pasal 18
http://ekolumajang.wordpress.com
(1) Penjual/Pemilik Barang wajib memperlihatkan atau
menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang
paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang,
kecuali Lelang Eksekusi yang menurut peraturan perundangundangan
tetap dapat dilaksanakan meskipun asli dokumen
kepemilikannya tidak dikuasai oleh Penjual.
(2) Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen
kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Pejabat Lelang, Pejabat Lelang wajib memperlihatkannya
kepada Peserta Lelang sebelum lelang dimulai.
(3) Dalam hal Penjual/Pemilik Barang tidak menyerahkan asli
dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Pejabat Lelang, Penjual/Pemilik Barang wajib
memperlihatkannya kepada Peserta Lelang sebelum lelang
dimulai.
Bagian Ketiga
Tempat Pelaksanaan Lelang
Pasal 19
Tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau
wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada.
Pasal 20
(1) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan tertulis dari pejabat yang berwenang, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain:
a. Direktur Jenderal atas nama Menteri untuk barang yang
berada di luar wilayah Republik Indonesia;
b. Direktur Lelang atas nama Direktur Jenderal untuk barang
yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah; atau
c. Kepala Kantor Wilayah setempat untuk barang yang berada
dalam wilayah Kantor Wilayah setempat.
http://ekolumajang.wordpress.com
(3) Permohonan persetujuan pelaksanaan lelang atas barang yang
berada di luar wilayah kerja KPKNL atau di luar wilayah
jabatan Pejabat Lelang Kelas II, diajukan oleh Penjual kepada
pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan syarat
sebagian barang harus berada di dalam wilayah kerja
KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tempat lelang yang
dikehendaki.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan dan
dilampirkan pada Surat Permohonan Lelang.
Bagian Keempat
Waktu Pelaksanaan Lelang
Pasal 21
(1) Waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL atau
Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Waktu pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL, kecuali untuk
Lelang Noneksekusi Sukarela, dapat dilaksanakan di luar jam
dan hari kerja dengan persetujuan tertulis Kepala Kantor
Wilayah setempat.
(3) Surat permohonan persetujuan pelaksanaan lelang di luar jam
dan hari kerja diajukan oleh Penjual/Pemilik Barang.
(4) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilampirkan pada Surat Permohonan Lelang.
Bagian Kelima
Surat Keterangan Tanah (SKT)
Pasal 22
(1) Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib
dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan setempat.
(2) Permintaan penerbitan SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang
Kelas II.
(3) Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang
belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, Kepala KPKNL
atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual
untuk meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang
menerangkan status kepemilikan.
http://ekolumajang.wordpress.com
(4) Berdasarkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta
SKT ke Kantor Pertanahan setempat.
(5) Biaya pengurusan SKT menjadi tanggung jawab
Penjual/Pemilik Barang.
Pasal 23
(1) SKT dapat digunakan berkali-kali apabila tidak ada perubahan
data fisik atau data yuridis dari tanah atau tanah dan bangunan
yang akan dilelang, sepanjang dokumen kepemilikan dikuasai
oleh Penjual.
(2) Dalam hal tidak ada perubahan data fisik atau data yuridis dari
tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang ulang,
Penjual harus mencantumkan dalam surat permohonan lelang.
(3) Dalam hal terjadi perubahan data fisik atau data yuridis dari
tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang ulang,
Penjual harus menginformasikan secara tertulis hal tersebut
kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II untuk
dimintakan SKT baru.
(4) Dalam hal dokumen kepemilikan tidak dikuasai oleh Penjual,
setiap dilaksanakan lelang harus dimintakan SKT baru.
Bagian Keenam
Pembatalan Sebelum Lelang
Pasal 24
Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan
permintaan Penjual atau penetapan provisional atau putusan dari
lembaga peradilan umum.
Pasal 25
(1) Pembatalan lelang dengan putusan/penetapan pengadilan
disampaikan secara tertulis dan harus sudah diterima oleh
Pejabat Lelang paling lama sebelum lelang dimulai.
(2) Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Penjual dan Pejabat Lelang harus
mengumumkan kepada Peserta Lelang pada saat pelaksanaan
lelang.
Pasal 26
(1) Pembatalan lelang atas permintaan Penjual dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang
http://ekolumajang.wordpress.com
berlaku bagi Penjual.
(2) Pembatalan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis dan sudah harus diterima oleh
Pejabat Lelang paling lama 3 (tiga) hari kerja sebelum
pelaksanaan lelang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Penjual harus mengumumkan
pembatalan pelaksanaan, paling lama 2 (dua) hari sebelum
pelaksanaan lelang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
(4) Pengumuman pembatalan pelaksanaan lelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus diumumkan dalam surat kabar
harian yang sama dalam hal Pengumuman Lelang dilakukan
melalui surat kabar harian.
Pasal 27
Pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang diluar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan oleh Pejabat
Lelang dalam hal:
a. SKT untuk pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan
belum ada;
b. barang yang akan dilelang dalam status sita pidana, khusus
Lelang Eksekusi;
c. terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan Lelang Eksekusi
berdasarkan Pasal 6 UUHT dari pihak lain selain debitor/suami
atau istri debitor/tereksekusi;
d. barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan/sita
eksekusi/sita pidana, khusus Lelang Noneksekusi;
e. tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang karena
terdapat perbedaan data pada dokumen persyaratan lelang;
f. Penjual tidak dapat memperlihatkan atau menyerahkan asli
dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18;
g. Penjual tidak hadir pada saat pelaksanaan lelang, kecuali lelang
yang dilakukan melalui internet;
h. Pengumuman Lelang yang dilaksanakan Penjual tidak
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan;
http://ekolumajang.wordpress.com
i. keadaan memaksa (force majeur)/kahar;
j. Nilai Limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang
tidak sesuai dengan surat penetapan Nilai Limit yang dibuat
oleh Penjual/Pemilik Barang; atau
k. Penjual tidak menguasai secara fisik barang bergerak yang
dilelang.
Pasal 28
Dalam hal terjadi pembatalan lelang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dan Pasal 27, Peserta Lelang yang telah menyetorkan Uang
Jaminan Penawaran Lelang tidak berhak menuntut ganti rugi.
Bagian Ketujuh
Uang Jaminan Penawaran Lelang
Pasal 29
(1) Setiap lelang disyaratkan adanya uang jaminan penawaran
lelang.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak
diberlakukan pada Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari
tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
Pasal 30
(1) Penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang dilakukan:
a. melalui rekening KPKNL atau langsung ke Bendahara
Penerimaan KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang
yang diselenggarakan oleh KPKNL;
b. melalui rekening Balai Lelang atau langsung ke Balai Lelang
untuk jenis Lelang Noneksekusi Sukarela, yang
diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilaksanakan oleh
Pejabat Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II; atau
c. melalui rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang
Kelas II atau langsung ke Pejabat Lelang Kelas II untuk
lelang yang diselenggarakan oleh Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Dalam setiap pelaksanaan Lelang, 1 (satu) penyetoran Uang
Jaminan Penawaran Lelang hanya berlaku untuk 1 (satu) barang
atau paket barang yang ditawar.
Pasal 31
(1) Uang Jaminan Penawaran Lelang dengan jumlah paling banyak
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dapat disetorkan secara
http://ekolumajang.wordpress.com
langsung kepada Bendahara Penerimaan KPKNL, Pejabat
Lelang Kelas I, Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II paling
lama sebelum lelang dimulai.
(2) Lelang dengan Uang Jaminan Penawaran Lelang di atas
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) harus disetorkan
melalui rekening Bendahara Penerimaan KPKNL, rekening
Balai Lelang atau rekening khusus atas nama jabatan Pejabat
Lelang Kelas II paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum
pelaksanaan lelang harus sudah efektif pada rekening tersebut.
Pasal 32
Besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang ditentukan oleh
Penjual/Pemilik Barang paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
Nilai Limit dan paling banyak sama dengan Nilai Limit.
Pasal 33
(1) Uang Jaminan Penawaran Lelang yang telah disetorkan,
dikembalikan seluruhnya tanpa potongan kepada peserta lelang
yang tidak disahkan sebagai Pembeli.
(2) Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang paling lama 1
(satu) hari kerja sejak permintaan pengembalian dari Peserta
Lelang diterima.
(3) Permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disertai penyerahan asli bukti setor dan fotokopi identitas
dengan menunjukkan aslinya serta dokumen pendukung
lainnya.
(4) Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Peserta Lelang yang
disahkan sebagai Pembeli, akan diperhitungkan dengan
pelunasan seluruh kewajibannya sesuai dengan ketentuan
lelang.
Pasal 34
(1) Dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi dan Lelang Noneksekusi
Wajib, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran
Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan
Penawaran Lelang disetorkan seluruhnya ke Kas Negara dalam
waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan
Pembeli oleh Pejabat Lelang.
(2) Dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang
diselenggarakan oleh KPKNL, jika Pembeli tidak melunasi
Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi),
Uang Jaminan Penawaran Lelang disetorkan sebesar 50% (lima
puluh persen) ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja
http://ekolumajang.wordpress.com
setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang,
dan sebesar 50% (lima puluh persen) menjadi milik Pemilik
Barang.
(3) Dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang
diselenggarakan oleh Balai Lelang bekerjasama dengan Pejabat
Lelang Kelas I, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban
Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang
Jaminan Penawaran Lelang disetorkan sebesar 50% (lima puluh
persen) ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah
pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang, dan
sebesar 50% (lima puluh persen) menjadi milik Pemilik Barang
dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara Pemilik
Barang dan Balai Lelang.
(4) Dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan oleh Balai
Lelang bekerjasama dengan Pejabat Lelang Kelas II, jika Pembeli
tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan
(wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang menjadi milik
Pemilik Barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan
antara Pemilik Barang dan Balai Lelang.
(5) Dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan Pejabat Lelang
Kelas II, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran
Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan
Penawaran Lelang menjadi milik Pemilik Barang dan/atau
Pejabat Lelang Kelas II sesuai kesepakatan antara Pemilik
Barang dan Pejabat Lelang Kelas II.
Bagian Kedelapan
Nilai Limit
Pasal 35
(1) Setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya Nilai Limit.
(2) Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual/Pemilik
Barang.
(3) Persyaratan adanya Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat tidak diberlakukan pada Lelang Noneksekusi
Sukarela atas barang bergerak milik orang atau badan
hukum/badan usaha swasta.
Pasal 36
(1) Penjual/Pemilik Barang dalam menetapkan Nilai Limit,
berdasarkan:
a. penilaian oleh Penilai; atau
http://ekolumajang.wordpress.com
b. penaksiran oleh Penaksir/Tim Penaksir.
(2) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan pihak yang melakukan penilaian secara independen
berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
(3) Penaksir/Tim Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan pihak yang berasal dari instansi atau
perusahaan Penjual, yang melakukan penaksiran berdasarkan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan, termasuk kurator
untuk benda seni dan benda antik/kuno.
(4) Nilai Limit pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang
bergerak milik orang, badan hukum/badan usaha swasta yang
menggunakan Nilai Limit ditetapkan oleh Pemilik Barang.
(5) Dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi peserta pada Lelang
Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT, Nilai Limit harus
ditetapkan oleh Penjual berdasarkan hasil penilaian dari Penilai.
Pasal 37
(1) Nilai Limit bersifat tidak rahasia.
(2) Untuk Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang
Non Eksekusi Sukarela atas barang tidak bergerak, Nilai Limit
harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.
(3) Untuk lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama
serta lelang Noneksekusi Sukarela barang bergerak, Nilai Limit
dapat tidak dicantumkan dalam pengumuman lelang.
Pasal 38
Dalam hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit pada lelang
sebelumnya dapat diubah oleh Penjual/Pemilik Barang dengan
menyebutkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 39
Nilai Limit dibuat secara tertulis dan diserahkan oleh Penjual
kepada Pejabat Lelang paling lambat sebelum lelang dimulai.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai Nilai Limit diatur dengan
peraturan Direktur Jenderal.
Bagian Kesembilan
Pengumuman Lelang
Pasal 41
http://ekolumajang.wordpress.com
(1) Penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman
Lelang yang dilakukan oleh Penjual.
(2) Penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai
ketentuan kepada Pejabat Lelang.
Pasal 42
(1) Pengumuman Lelang paling sedikit memuat:
a. identitas Penjual;
b. hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang
dilaksanakan;
c. jenis dan jumlah barang;
d. lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak
adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak
berupa tanah dan/atau bangunan;
e. spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak;
f. waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang;
g. Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka
waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal
dipersyaratkan adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang;
h. Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela
untuk barang bergerak;
i. cara penawaran lelang; dan
j. jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli.
(2) Pengumuman Lelang diatur sedemikian rupa sehingga terbit
pada hari kerja KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang
melakukan penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang.
Pasal 43
(1) Pengumuman Lelang dilaksanakan melalui surat kabar harian
yang terbit di kota/kabupaten tempat barang berada.
(2) Dalam hal tidak ada surat kabar harian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pengumuman Lelang diumumkan dalam surat
kabar harian yang terbit di kota/kabupaten terdekat atau di
ibukota propinsi atau ibu kota negara dan beredar di wilayah
kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II
tempat barang akan dilelang.
http://ekolumajang.wordpress.com
(3) Pengumuman Lelang melalui surat kabar harian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mempunyai
tiras/oplah:
a. paling rendah 5.000 (lima ribu) eksemplar, jika dilakukan
dengan surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten;
atau
b. paling rendah 15.000 (lima belas ribu) eksemplar, jika
dilakukan dengan surat kabar harian yang terbit di ibukota
propinsi; atau
c. paling rendah 20.000 (dua puluh ribu) eksemplar, jika
dilakukan dengan surat kabar harian yang terbit di ibukota
negara.
(4) Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat surat kabar harian
yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pengumuman Lelang dilakukan pada surat kabar harian yang
diperkirakan mempunyai tiras/oplah paling tinggi.
(5) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), harus dicantumkan dalam halaman utama/reguler dan
tidak dapat dicantumkan pada halaman
suplemen/tambahan/khusus.
(6) Penjual dapat menambah Pengumuman Lelang pada media
lainnya guna mendapatkan peminat lelang seluas-luasnya.
Pasal 44
(1) Pengumuman Lelang untuk Lelang Eksekusi terhadap barang
tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersamasama
dengan barang bergerak, dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. pengumuman dilakukan 2 (dua) kali, jangka waktu
Pengumuman Lelang pertama ke Pengumuman Lelang
kedua berselang 15 (lima belas) hari dan diatur sedemikian
rupa sehingga Pengumuman Lelang kedua tidak jatuh pada
hari libur/hari besar;
b. pengumuman pertama diperkenankan tidak menggunakan
surat kabar harian, tetapi dengan cara pengumuman melalui
selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum,
dan/atau melalui media elektronik termasuk Internet,
namun demikian dalam hal dikehendaki oleh Penjual, dapat
dilakukan melalui surat kabar harian; dan
c. Pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar
http://ekolumajang.wordpress.com
harian dan dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari
sebelum pelaksanaan lelang.
(2) Pengumuman Lelang untuk Lelang Eksekusi terhadap barang
bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian
paling singkat 6 (enam) hari sebelum pelaksanaan lelang,
kecuali:
a. lelang barang yang lekas rusak/busuk atau yang
membahayakan atau jika biaya penyimpanan barang
tersebut terlalu tinggi, dapat dilakukan kurang dari 6 (enam)
hari tetapi tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari kerja; dan
b. lelang ikan dan sejenisnya dapat dilakukan kurang dari 6
(enam) hari tetapi tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari kerja.
Pasal 45
(1) Pengumuman Lelang Eksekusi terhadap barang bergerak yang
Nilai Limit keseluruhannya paling banyak Rp20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, dapat dilakukan
melalui surat kabar harian dalam bentuk iklan baris paling
singkat 6 (enam) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
(2) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus ditambahkan Pengumuman Lelang tempelan pada hari
yang sama untuk ditempel di tempat yang mudah dibaca oleh
umum atau paling kurang pada papan pengumuman di
KPKNL dan di Kantor Penjual, yang memuat hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).
(3) Pengumuman Lelang dalam bentuk iklan baris melalui surat
kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat identitas Penjual, nama barang yang dilelang,
tempat dan waktu lelang, serta informasi adanya Pengumuman
Lelang tempelan.
Pasal 46
Khusus Pengumuman Lelang Eksekusi Pajak untuk barang
bergerak diumumkan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum
hari pelaksanaan lelang dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk pelaksanaan lelang dengan Nilai Limit keseluruhan
paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1
(satu) kali lelang, pengumuman lelang dapat dilakukan 1 (satu)
kali melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan/atau
melalui media elektronik;
b. untuk pelaksanaan lelang dengan Nilai Limit keseluruhan lebih
dari Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali
http://ekolumajang.wordpress.com
lelang, pengumuman lelang dilakukan 1 (satu) kali melalui
surat kabar harian.
Pasal 47
(1) Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Eksekusi yang
diulang, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. lelang barang tidak bergerak atau barang bergerak yang
dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak,
dilakukan dengan cara:
1) Pengumuman Lelang Ulang dilakukan 1 (satu) kali
melalui surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari
sebelum pelaksanaan lelang, jika waktu pelaksanaan
lelang ulang dimaksud tidak melebihi 60 (enam puluh)
hari sejak pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak
pelaksanaan lelang terakhir; atau
2) Pengumuman Lelang Ulang berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), jika
waktu pelaksanaan lelang ulang dilakukan lebih dari 60
(enam puluh) hari sejak pelaksanaan lelang terdahulu
atau sejak pelaksanaan lelang terakhir.
b. lelang barang bergerak, pengumuman Lelang Ulang
dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2).
(2) Pengumuman Lelang Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menunjuk Pengumuman Lelang terakhir.
Pasal 48
(1) Pengumuman Lelang untuk Lelang Noneksekusi Wajib dan
Lelang Noneksekusi Sukarela dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. barang tidak bergerak atau barang bergerak yang dijual
bersama-sama dengan barang tidak bergerak, dilakukan 1
(satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh)
hari sebelum pelaksanaan lelang;
b. barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar
harian paling singkat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan
lelang.
(2) Pengumuman Lelang untuk Lelang Noneksekusi Wajib dan
Lelang Noneksekusi Sukarela yang diulang berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
http://ekolumajang.wordpress.com
Pasal 49
(1) Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi
Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang Nilai Limit
keseluruhannya paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, dapat dilakukan 1 (satu) kali
melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan/atau
melalui media elektronik, paling singkat 5 (lima) hari sebelum
hari pelaksanaan lelang.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam
hal ada permintaan tertulis dari Penjual dengan menyebutkan
alasan mengumumkan melalui tempelan yang mudah dibaca
oleh umum dan/atau melalui media elektronik dan disetujui
oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.
(3) Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi
Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang diulang dengan
Nilai Limit keseluruhan paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, berlaku ketentuan
pada ayat (1).
Pasal 50
(1) Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi
Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang sudah terjadwal
setiap bulan, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan,
dilakukan paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan
lelang pertama.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat identitas Penjual, barang yang akan dilelang,
tempat dan waktu pelaksanaan lelang, serta informasi mengenai
adanya pengumuman yang lebih rinci melalui
tempelan/selebaran/brosur atau media elektronik.
Pasal 51
(1) Pengumuman Lelang yang pelaksanaan lelangnya dilakukan di
luar wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang
Kelas II tempat barang berada, dilakukan di surat kabar harian
yang terbit di kota/kabupaten di tempat pelaksanaan lelang
dan di tempat barang berada.
(2) Dalam hal pengumuman lelang tidak dapat dilakukan di
tempat pelaksanaan lelang dan/atau di tempat barang berada,
karena tidak terdapat surat kabar harian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengumuman lelang dilakukan di satu
surat kabar harian nasional/ibu kota propinsi yang mempunyai
http://ekolumajang.wordpress.com
peredaran di tempat pelaksanaan lelang.
(3) Terhadap pelaksanaan lelang yang objek lelangnya tersebar di 3
(tiga) kota atau lebih, pengumuman lelang dapat dilakukan di
satu surat kabar harian yang mempunyai peredaran nasional.
Pasal 52
(1) Pengumuman Lelang yang sudah diterbitkan melalui surat
kabar harian, atau melalui media lainnya, apabila diketahui
terdapat kekeliruan yang prinsipil harus segera diralat.
(2) Kekeliruan yang prinsipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyangkut waktu dan tanggal lelang, spesifikasi barangbarang,
atau persyaratan lelang seperti besarnya uang jaminan
dan batas waktu penyetoran.
(3) Ralat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperkenankan
dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut:
a. mengubah besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang;
b. memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang;
c. memajukan batas waktu penyetoran Uang Jaminan
Penawaran Lelang; atau
d. memindahkan lokasi dari tempat pelaksanaan lelang
semula.
(4) Rencana ralat Pengumuman Lelang diberitahukan secara
tertulis kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II
yang bersangkutan paling singkat 2 (dua) hari kerja sebelum
pelaksanaan lelang.
(5) Ralat Pengumuman Lelang harus diumumkan melalui surat
kabar harian atau media yang sama dengan menunjuk
Pengumuman Lelang sebelumnya dan dilakukan paling singkat
1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang.
BAB IV
PELAKSANAAN LELANG
Bagian Kesatu
Pemandu Lelang
Pasal 53
(1) Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh
Pemandu Lelang.
(2) Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai DJKN atau dari
http://ekolumajang.wordpress.com
luar DJKN.
(3) Persyaratan menjadi Pemandu Lelang:
a. Pemandu Lelang yang berasal dari Pegawai DJKN:
1) sehat jasmani dan rohani;
2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang
sederajat; dan
3) lulus Diklat Pemandu Lelang atau memiliki kemampuan
dan cakap untuk memandu lelang, dan mendapat surat
tugas dari Pejabat yang berwenang.
b. Pemandu Lelang yang berasal dari luar DJKN:
1) sehat jasmani dan rohani;
2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum
atau yang sederajat; dan
3) memiliki kemampuan dan cakap untuk memandu lelang.
(4) Pemandu Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
membantu pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat
Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II dan diberitahukan secara
tertulis oleh Penjual/Balai Lelang kepada Kepala KPKNL atau
Pejabat Lelang Kelas II paling singkat 3 (tiga) hari kerja sebelum
pelaksanaan lelang.
(5) Dalam hal pelaksanaan lelang dibantu oleh Pemandu Lelang,
Pemandu Lelang mendapat kuasa khusus secara tertulis dari
Pejabat Lelang untuk menawarkan barang dengan ketentuan
Pejabat Lelang harus tetap mengawasi dan memperhatikan
pelaksanaan lelang dan/atau penawaran lelang oleh Pemandu
Lelang.
Bagian Kedua
Penawaran Lelang
Pasal 54
Penawaran Lelang Langsung dan/atau Penawaran Lelang Tidak
Langsung dilakukan dengan cara:
a. lisan, semakin meningkat atau semakin menurun;
b. tertulis; atau
c. tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi
belum mencapai Nilai Limit.
http://ekolumajang.wordpress.com
Pasal 55
(1) Dalam Penawaran Lelang Langsung, Peserta Lelang yang sah
atau kuasanya pada saat pelaksanaan lelang harus hadir di
tempat pelaksanaan lelang.
(2) Dalam Penawaran Lelang Tidak Langsung, Peserta Lelang yang
sah atau kuasanya pada saat pelaksanaan lelang tidak
diharuskan hadir di tempat pelaksanaan lelang dan
penawarannya dilakukan dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi.
Pasal 56
(1) Penawaran Lelang dalam Lelang Eksekusi dan Lelang
Noneksekusi Wajib harus dilakukan dengan Penawaran Lelang
Langsung.
(2) Penawaran Lelang Langsung dapat menggunakan penawaran
dengan melalui surat yang dikirim sebelum pelaksanaan lelang.
(3) Penawaran Lelang dalam Lelang Noneksekusi Sukarela dapat
dilakukan dengan Penawaran Lelang Langsung atau
Penawaran Lelang Tidak Langsung.
Pasal 57
(1) Dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara lisan,
Peserta Lelang mengajukan penawaran dengan menggunakan
media audio visual dan telepon.
(2) Dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara tertulis,
Peserta Lelang mengajukan penawaran dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi antara lain: LAN (local area
network), Intranet, Internet, pesan singkat (short message
service/SMS), dan faksimili.
Pasal 58
(1) Penawaran Lelang Tidak Langsung dalam Lelang Noneksekusi
Sukarela melalui Internet, harus memenuhi ketentuan di bawah
ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. menggunakan perangkat lunak yang khusus untuk
penyelenggaraan lelang melalui Internet dengan harga
semakin meningkat;
b. Peserta Lelang yang sah mendapatkan nomor Peserta Lelang
dan sandi akses (password) sehingga dapat melakukan
penawaran;
http://ekolumajang.wordpress.com
c. penawaran dilakukan secara berkesinambungan sejak waktu
yang ditetapkan sampai dengan penutupan penawaran
sebagaimana disebutkan dalam Pengumuman Lelang;
d. Nilai Limit bersifat terbuka/tidak rahasia dan harus
ditayangkan dalam situs;
e. Peserta Lelang dapat mengetahui penawaran tertinggi yang
diajukan oleh Peserta Lelang lainnya secara
berkesinambungan; dan
f. Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai
Pembeli berdasarkan cetakan rekapitulasi yang diproses
perangkat lunak lelang melalui Internet pada saat
penutupan penawaran.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan lelang melalui
Internet diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 59
(1) Penawaran lelang yang diselenggarakan KPKNL dapat
dilakukan dengan Harga Lelang inklusif atau dengan Harga
Lelang eksklusif.
(2) Lelang dengan Harga Lelang inklusif dilakukan dengan harga
penawaran sudah termasuk Bea Lelang pembeli.
(3) Lelang dengan Harga Lelang eksklusif dilakukan dengan harga
penawaran belum termasuk Bea Lelang pembeli.
Pasal 60
(1) Setiap Peserta Lelang wajib melakukan penawaran dan
penawaran tersebut paling sedikit sama dengan Nilai limit
dalam hal lelang dengan Nilai Limit diumumkan.
(2) Penawaran yang telah disampaikan oleh Peserta Lelang kepada
Pejabat Lelang tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta
Lelang.
(3) Dalam hal Peserta Lelang tidak melakukan penawaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi tidak
diperbolehkan mengikuti lelang selama 3 (tiga) bulan di
wilayah kerja KPKNL yang melaksanakan lelang.
Pasal 61
Dalam hal terdapat beberapa Peserta Lelang yang mengajukan
penawaran tertinggi secara lisan semakin menurun atau tertulis
dengan nilai yang sama dan/atau telah mencapai atau melampaui
Nilai Limit dalam lelang yang menggunakan Nilai Limit, Pejabat
http://ekolumajang.wordpress.com
Lelang berhak mengesahkan Pembeli dengan cara:
a. melakukan penawaran lanjutan hanya terhadap Peserta Lelang
yang mengajukan penawaran sama, yang dilakukan secara lisan
semakin meningkat atau tertulis berdasarkan persetujuan
Peserta Lelang bersangkutan; atau
b. melakukan pengundian di antara Peserta Lelang yang
mengajukan penawaran sama apabila ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a tidak dapat dilaksanakan.
Pasal 62
(1) Pemohon Lelang/Penjual menentukan cara penawaran lelang
dengan mencantumkan dalam Pengumuman Lelang.
(2) Dalam hal Pemohon Lelang/Penjual tidak menentukan cara
penawaran lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala
KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I atau Pejabat Lelang Kelas II
berhak menentukan sendiri cara penawaran lelang.
Pasal 63
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran lelang diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga
Bea Lelang dan Uang Miskin
Pasal 64
Setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin
sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan.
Pasal 65
(1) Pembatalan terhadap rencana pelaksanaan lelang yang
dilakukan oleh Penjual dalam jangka waktu kurang dari 5
(lima) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang dikenakan Bea
Lelang Batal sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Kementerian Keuangan, kecuali lelang Barang Milik
Negara/Daerah.
(2) Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar
oleh Penjual.
(3) Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dikenakan dalam hal terdapat pembatalan lelang karena adanya
putusan/penetapan lembaga peradilan atau pembatalan oleh
Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
http://ekolumajang.wordpress.com
dan Pasal 27.
Bagian Keempat
Pembeli
Pasal 66
(1) Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi yang telah
mencapai atau melampaui Nilai Limit sebagai Pembeli, dalam
pelaksanaan lelang yang menggunakan Nilai Limit.
(2) Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai Pembeli
dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang tidak
menggunakan Nilai Limit.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang
penawar tertinggi tidak mencapai Nilai Limit, Pejabat Lelang
dapat mengesahkan penawar dimaksud sebagai Pembeli,
setelah mendapat persetujuan tertulis dari Pemilik Barang.
Pasal 67
Pembeli dilarang mengambil/menguasai barang yang dibelinya
sebelum memenuhi Kewajiban Pembayaran Lelang dan
pajak/pungutan sah lainnya sesuai peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Peserta Lelang yang bertindak untuk orang lain atau badan
hukum atau badan usaha harus menyampaikan surat kuasa
yang bermaterai cukup kepada Pejabat Lelang dengan dilampiri
fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Surat Izin Mengemudi
(SIM)/Paspor pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan
menunjukkan aslinya.
(2) Penerima kuasa dilarang menerima lebih dari satu kuasa untuk
barang yang sama.
Pasal 69
(1) Pejabat Lelang dan keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas
dan ke bawah derajat pertama, suami/istri serta saudara
sekandung Pejabat Lelang, Pejabat Penjual, Pemandu Lelang,
Hakim, Jaksa, Panitera, Juru Sita, Pengacara/Advokat, Notaris,
PPAT, Penilai, Pegawai DJKN, Pegawai Balai Lelang dan
Pegawai Kantor Pejabat Lelang Kelas II yang terkait langsung
dengan proses lelang dilarang menjadi peserta lelang.
(2) Selain pihak-pihak yang dimaksud pada ayat (1), pada
http://ekolumajang.wordpress.com
pelaksanaan Lelang Eksekusi, pihak
tereksekusi/debitor/tergugat/terpidana yang terkait dengan
lelang dilarang menjadi peserta lelang.
Pasal 70
(1) Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan
di bidang pertanahan, bank sebagai kreditor dapat
membeli agunannya melalui lelang, dengan ketentuan
menyampaikan surat pernyataan dalam bentuk Akte Notaris,
bahwa pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang
akan ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
terhitung mulai tanggal pelaksanaan lelang.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah terlampaui, bank ditetapkan sebagai Pembeli.
Bagian Kelima
Pembayaran dan Penyetoran
Pasal 71
(1) Pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan
secara tunai/cash atau cek/giro paling lama 3 (tiga) hari kerja
setelah pelaksanaan lelang.
(2) Pengecualian jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), hanya diberikan untuk pembayaran Harga Lelang setelah
Penjual mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal atas nama
Menteri dan harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.
(3) Dalam hal Pembayaran Harga Lelang dilakukan melebihi 3
(tiga) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyetoran Bea Lelang tetap dilakukan paling lama 3 (tiga) hari
kerja setelah pelaksanaan lelang.
Pasal 72
(1) Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli
dilakukan melalui rekening KPKNL/Balai Lelang/rekening
khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau secara
langsung kepada Bendahara Penerimaan KPKNL/Pejabat
Lelang Kelas I/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Dalam hal Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh
Pembeli dilakukan dengan cek/giro, pembayaran harus sudah
diterima efektif pada rekening KPKNL/Balai Lelang/rekening
khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang atau dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2).
http://ekolumajang.wordpress.com
(3) Setiap Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli
harus dibuatkan kuitansi atau tanda bukti pembayaran oleh
Bendahara Penerimaan KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I/Balai
Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.
Pasal 73
(1) Dalam hal Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran
Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, pada hari kerja
berikutnya Pejabat Lelang harus membatalkan pengesahannya
sebagai Pembeli dengan membuat Pernyataan Pembatalan.
(2) Pembeli yang tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah
disahkan sebagai Pembeli Lelang, tidak diperbolehkan
mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6
(enam) bulan.
Pasal 74
(1) Hasil Bersih Lelang atas lelang Barang Milik Negara/Daerah,
Barang Temuan, Barang Rampasan dan Barang yang Menjadi
Milik Negara-Bea Cukai serta barang-barang yang sesuai
peraturan perundang-undangan, harus disetor ke Kas Negara,
dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran
diterima oleh Bendahara Penerimaan KPKNL.
(2) Penyetoran Bea Lelang dan Pajak Penghasilan (PPh) ke Kas
Negara paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran
diterima oleh Bendahara Penerimaan KPKNL/Balai
Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.
(3) Penyetoran Hasil Bersih Lelang ke Penjual/Pemilik Barang
paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh
Bendahara Penerimaan KPKNL/Balai Lelang/Pejabat Lelang
Kelas II.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran dan penyetoran
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Bagian Keenam
Penyerahan Dokumen Kepemilikan Barang
Pasal 76
(1) Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen
kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
kepada Pejabat Lelang, Pejabat Lelang harus menyerahkan asli
dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada
http://ekolumajang.wordpress.com
Pembeli, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli
menunjukkan bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan
bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).
(2) Dalam hal Penjual/Pemilik Barang tidak menyerahkan asli
dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (3) kepada Pejabat Lelang, Penjual/Pemilik Barang harus
menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang
dilelang kepada Pembeli, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah
Pembeli menunjukkan bukti pelunasan pembayaran dan
menyerahkan bukti setor BPHTB.
BAB V
RISALAH LELANG
Pasal 77
(1) Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang wajib membuat berita
acara lelang yang disebut Risalah Lelang.
(2) Risalah Lelang terdiri dari:
a. Bagian Kepala;
b. Bagian Badan; dan
c. Bagian Kaki.
(3) Risalah Lelang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
(4) Setiap Risalah Lelang diberi nomor urut.
Pasal 78
Bagian Kepala Risalah Lelang paling kurang memuat:
a. hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka;
b. nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang;
c. nomor/tanggal Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang,
dan nomor/tanggal surat tugas khusus untuk Pejabat Lelang
Kelas I;
d. nama lengkap, pekerjaan dan tempat kedudukan/domisili
Penjual;
e. nomor/tanggal surat permohonan lelang;
f. tempat pelaksanaan lelang;
g. sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;
http://ekolumajang.wordpress.com
h. dalam hal yang dilelang berupa barang tidak bergerak berupa
tanah atau tanah dan bangunan harus disebutkan:
1) status hak atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti
kepemilikan;
2) SKT dari Kantor Pertanahan; dan
3) keterangan lain yang membebani, apabila ada;
i. dalam hal yang dilelang barang bergerak harus disebutkan
jumlah, jenis dan spesifikasi barang;
j. cara Pengumuman Lelang yang telah dilaksanakan oleh
Penjual;
k. cara penawaran lelang; dan
i. syarat-syarat lelang.
Pasal 79
Bagian Badan Risalah Lelang paling kurang memuat:
a. banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah;
b. nama/merek/jenis/tipe dan jumlah barang yang dilelang;
c. nama, pekerjaan dan alamat Pembeli atas nama sendiri atau
sebagai kuasa atas nama orang lain;
d. bank kreditor sebagai Pembeli untuk orang atau badan
hukum/usaha yang akan ditunjuk namanya, dalam hal bank
kreditor sebagai Pembeli Lelang;
e. harga lelang dengan angka dan huruf; dan
f. daftar barang yang laku terjual maupun yang ditahan disertai
dengan nilai, nama, dan alamat peserta lelang yang menawar
tertinggi.
Pasal 80
Bagian Kaki Risalah Lelang paling kurang memuat:
a. banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka
dan huruf;
b. banyaknya barang yang laku/terjual dengan angka dan huruf;
c. jumlah harga barang yang telah terjual dengan angka dan
huruf;
d. jumlah harga barang yang ditahan dengan angka dan huruf;
http://ekolumajang.wordpress.com
e. banyaknya dokumen/surat-surat yang dilampirkan pada
Risalah Lelang dengan angka dan huruf;
f. jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan
dengan penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis
dengan angka dan huruf; dan
g. tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa Penjual, dalam
hal lelang barang bergerak atau tanda tangan Pejabat Lelang,
Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli, dalam hal
lelang barang tidak bergerak.
Pasal 81
(1) Pembetulan kesalahan redaksional Risalah Lelang berupa
pencoretan, penambahan dan/atau perubahan, dilakukan
sebagai berikut:
a. pencoretan, kesalahan kata, huruf atau angka dilakukan
dengan garis lurus tipis, sehingga yang dicoret dapat dibaca;
dan/atau
b. tambahan kata atau kalimat, ditulis di sebelah pinggir kiri
dari lembar Risalah Lelang atau ditulis pada bagian bawah
dari bagian kaki Risalah Lelang dengan menunjuk lembar
dan garis yang berhubungan dengan perubahan itu, apabila
penulisan di pinggir kiri dari lembar Risalah Lelang tidak
mencukupi.
(2) Jumlah kata, huruf atau angka yang dicoret/ditambahkan
diterangkan pada sebelah pinggir lembar Risalah Lelang, begitu
pula banyaknya kata/angka yang ditambahkan.
(3) Perubahan sesudah Risalah Lelang ditutup dan ditandatangani
tidak boleh dilakukan.
Pasal 82
(1) Minuta Risalah Lelang ditandatangani oleh Pejabat Lelang pada
saat penutupan pelaksanaan lelang.
(2) Penandatanganan Risalah Lelang dilakukan oleh:
a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari
Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir;
b. Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa Penjual pada lembar
terakhir dalam hal lelang barang bergerak; atau
c. Pejabat Lelang, Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa
Pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak
http://ekolumajang.wordpress.com
bergerak.
(3) Dalam hal Penjual/kuasa Penjual tidak mau menandatangani
Risalah Lelang atau tidak hadir sewaktu Risalah Lelang ditutup,
Pejabat Lelang membuat catatan keadaan tersebut pada Bagian
Kaki Risalah Lelang dan menyatakan catatan tersebut sebagai
tanda tangan Penjual.
(4) Dalam hal Pejabat Lelang berhalangan tetap, penandatanganan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala
KPKNL untuk Pejabat Lelang Kelas I dan oleh Pengawas Lelang
(Superintenden) untuk Pejabat Lelang Kelas II.
Pasal 83
(1) Dalam hal terdapat hal-hal penting yang diketahui setelah
penutupan Risalah Lelang, Pejabat Lelang harus membuat
catatan hal-hal tersebut pada bagian bawah setelah Kaki Minuta
Risalah Lelang dan membubuhi tanggal dan tanda tangan.
(2) Hal-hal penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ada atau tidak ada verzet terhadap hasil lelang;
b. adanya Pembeli wanprestasi;
c. adanya pemberian pengganti Kutipan Risalah Lelang yang
hilang atau rusak;
d. adanya pemberian Grosse Risalah Lelang atas permintaan
Pembeli;
e. adanya Penjual yang tidak mau menandatangani Risalah
Lelang atau tidak hadir sewaktu Risalah Lelang ditutup;
f. adanya Pembatalan Risalah Lelang berdasarkan putusan
hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap; atau
g. hal-hal lain yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Dalam hal Pejabat Lelang Kelas I dibebastugaskan, cuti,
berhalangan tetap atau dipindahtugaskan, pencatatan dan
penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Kepala KPKNL.
(4) Dalam hal Pejabat Lelang Kelas II dibebastugaskan, cuti atau
berhalangan tetap, pencatatan dan penandatanganan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala
Kantor Wilayah setempat selaku Pengawas Lelang
(Superintenden).
Pasal 84
http://ekolumajang.wordpress.com
(1) Minuta Risalah Lelang dibuat dan diselesaikan paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
(2) Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas I
disimpan pada KPKNL.
(3) Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II
disimpan oleh yang bersangkutan.
(4) Jangka waktu simpan Minuta Risalah Lelang selama 30 (tiga
puluh) tahun sejak pelaksanaan lelang.
Pasal 85
KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat memperlihatkan
atau memberitahukan Minuta Risalah Lelang kepada pihak yang
berkepentingan langsung dengan Risalah Lelang, ahli warisnya
atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan.
Pasal 86
(1) Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh
Kutipan/Salinan/Grosse yang otentik dari Minuta Risalah
Lelang dengan dibebani Bea Materai.
(2) Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. Pembeli memperoleh Kutipan Risalah Lelang sebagai Akta
Jual Beli untuk kepentingan balik nama atau Grosse Risalah
Lelang sesuai kebutuhan;
b. Penjual memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan
pelaksanaan lelang atau Grosse Risalah Lelang sesuai
kebutuhan;
c. Pengawas Lelang (Superintenden) memperoleh Salinan
Risalah Lelang untuk laporan pelaksanaan
lelang/kepentingan dinas; atau
d. Instansi yang berwenang dalam balik nama kepemilikan hak
objek lelang memperoleh Salinan Risalah Lelang sesuai
kebutuhan.
(3) Kutipan/Salinan/Grosse yang otentik dari Minuta Risalah
Lelang ditandatangani, diberikan teraan cap/stempel basah dan
diberi tanggal pengeluaran oleh Kepala KPKNL atau Pejabat
Lelang Kelas II yang bersangkutan.
(4) Kutipan Risalah Lelang untuk lelang tanah atau tanah dan
bangunan ditandatangani oleh Kepala KPKNL/Pejabat Lelang
http://ekolumajang.wordpress.com
Kelas II setelah Pembeli menyerahkan bukti pembayaran
BPHTB.
(5) Kutipan Risalah Lelang yang hilang atau rusak dapat
diterbitkan pengganti atas permintaan Pembeli.
Pasal 87
(1) Dalam rangka kepentingan proses peradilan, fotokopi Minuta
Risalah Lelang dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
Minuta Risalah Lelang dapat diberikan kepada penyidik,
penuntut umum atau hakim, dengan persetujuan Kepala
KPKNL bagi Pejabat Lelang Kelas I atau Pengawas Lelang
(Superintenden) bagi Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Risalah Lelang dan/atau suratsurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat Berita Acara
Penyerahan.
Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut mengenai Risalah Lelang diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal.
BAB VI
ADMINISTRASI PERKANTORAN
DAN PELAPORAN
Pasal 89
(1) KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II
menyelenggarakan administrasi perkantoran dan membuat
laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang.
(2) Kantor Wilayah dan Kantor Pusat DJKN membuat laporan
rekapitulasi pelaksanaan lelang sesuai jenis lelangnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan administrasi
perkantoran dan pelaporan pada KPKNL, Balai Lelang dan
Kantor Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 90
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku:
a. Permohonan lelang yang telah ditetapkan jadwal pelaksanaan
lelangnya, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk
http://ekolumajang.wordpress.com
Pelaksanaan Lelang.
b. Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas
jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kementerian Keuangan yang baru, pengenaan tarif Bea Lelang
masih berlaku ketentuan yang lama.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai
berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.06/2008, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 92
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 2 (dua)
bulan sejak tanggal pengundangan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 April 2010
MENTERI KEUANGAN,
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 April 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 217